Topik : Pemuridan

11 Februari 2003

Dia Selalu Setia

Nats : Kesetiaan-Mu dari keturunan ke keturunan (Mazmur 119:90)
Bacaan : Mazmur 119:89-96

Jim dan Carol Cymbala terus-menerus berdoa, memuji, dan berkhotbah meskipun selama dua tahun keluarga mereka mengalami hal yang menyedihkan. Putri remaja mereka, Chrissy, telah berpaling dari Allah yang mereka kasihi dan layani dengan setia. Meskipun hati mereka sangat terluka, Jim dan Carol tetap melanjutkan pelayanannya bagi jemaat Gereja Tabernakel Brooklyn di New York.

Sebagian orang mengira bahwa Carol menulis lagu yang berjudul "Dia Selalu Setia" setelah putrinya bertobat secara dramatis. Namun, ternyata tidak. Ia menuliskan lagu itu sebelum kejadian tersebut. Carol menyebut lagu itu sebagai "lagu pengharapan yang tercipta di tengah-tengah penderitaanku". Saat hatinya sangat terluka, Carol mengatakan bahwa lagunya "menenangkan jiwaku, dan berulang kali menguatkanku". Lirik yang ditulisnya pada saat yang berat itu telah membantunya untuk terus melangkah. Meskipun putrinya belum bertobat, Carol masih bisa memuji kasih setia-Nya di dalam hidupnya.

Beberapa waktu kemudian, saat Chrissy pulang ke rumah dan berlutut memohon ampun kepada kedua orangtuanya, kebenaran yang tertulis dalam Mazmur 119:90 menjadi terlihat begitu nyata di mata Carol. Kesetiaan Allah tidak hanya akan tampak bagi keturunan kita saja, melainkan dari keturunan ke keturunan! Carol memperoleh pengalaman baru seperti yang tertuang dalam sebaris lirik lagunya yang telah memberi berkat bagi banyak orang: "Apa yang kupikir mustahil, kini telah kulihat Allah melakukannya!" --Julie Link

5 Maret 2003

Ikutlah Aku

Nats : Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku (Markus 8:34)
Bacaan : Markus 8:34-38

Selama Perang Dunia II, beberapa pesawat pembom B-17 menempuh pernebangan jarak jauh dari daratan AS menuju Saipan, pulau di daerah Pasifik. Saat pesawat-pesawat itu mendarat, mereka disambut oleh sebuah jip yang membawa spanduk bertuliskan “Ikutlah Aku!” Kendaraan kecil itu memimpin semua pesawat raksasa tersebut menuju tempat yang telah disediakan.

Seorang pilot yang mengaku bukan orang saleh memberikan komentar yang mengandung pengertian yang dalam: “Jip kecil dengan tanda unik itu mengingatkan saya kepada Yesus. Dia adalah orang desa [rakyat kecil], tetapi tanpa petunjuk-Nya, orang-orang “besar” di zaman ini akan tersesat.”

Berabad-abad setelah Juruselamat kita berkelana di sepanjang jalan dan perbukitan Israel, dunia dengan segenap kemajuannya masih membutuhkan teladan dan perintah-Nya. Saat kita tidak mengikuti jalan-Nya, maka banyak masalah dan kejahatan akan meningkat di dunia kita, termasuk imoralitas, tindak kriminal, dan keserakahan.

Bagaimana cara kita mengikut Yesus? Pertama, kita haruslah bertobat dari dosa-dosa kita dan mempercayakan hidup kepada-Nya, Juruselamat dan Tuhan kita. Lalu, dengan kuasa Roh Kudus dalam diri kita, kita harus mencari kehendak-Nya tiap-tiap hari dan mempraktikkannya. Kita juga harus belajar menyangkal keinginan egois kita dan menyerahkan diri sepenuhnya untuk mengikut Yesus (Markus 8:34,35).

Jika Anda ingin hidup sesuai dengan maksud Allah, jawablah undangan Yesus: “Ikutlah Aku!” --Vernon Grounds

22 Juni 2003

Jadilah Diri Sendiri

Nats : Mengobarkan karunia Allah yang ada padamu (2Timotius 1:6)
Bacaan : Efesus 4:1-16

Sebagian kelompok orang kristiani menuntut anggotanya untuk berbi- cara, bertindak, atau tampil seragam. Konsekuensinya, orang yang dinilai tidak memenuhi tuntutan itu bisa menjadi frustrasi. Dalam usaha untuk membuat mereka "serupa", kelompok itu menekan para anggotanya untuk mengeluarkan semua kekuatan dan karunia terbaik yang mereka miliki.

Ada sebuah cerita yang mengilustrasikan hal ini. Tersebutlah sebuah desa yang terletak di daerah yang dihuni oleh banyak burung kakaktua. Suatu hari hinggaplah seekor burung elang pada kusen jendela. Lalu sang pemilik rumah menangkapnya. Karena penduduk desa tersebut belum pernah melihat burung seperti itu, mereka pun memutuskan untuk memendekkan bulu sayap, memotong cakar, dan mengikir paruhnya supaya menyerupai burung-burung yang mereka kenal.

Sebagai pengikut Kristus, kita wajib meneladani Dia (1Korintus 11:1; 1 Yohanes 2:6). Saat kita semakin menyerupai Dia, apakah ini berarti kita semua akan bertingkah laku sama? Ya dan tidak. Ya, kita semakin menyerupai Yesus dalam bersikap terhadap orang lain dan bereaksi terhadap kenyataan. Tidak, karena kita masing-masing diberi karunia khusus dan minat, serta kemampuan untuk mengembangkan serta menggunakannya bagi kemuliaan-Nya (Efesus 4:7).

Jangan lakukan kesalahan dengan menekan sesama orang kristiani. Namun, terimalah saja perbedaan-perbedaan yang ada. Allah telah membuat mereka unik dan memberkati mereka untuk memenuhi tujuan-Nya. Mengubah elang menjadi kakaktua adalah suatu hal yang patut disesalkan --Dave Egner

15 Juli 2005

Jangan Menoleh ke Belakang

Nats : Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah (Lukas 9:62)
Bacaan : Lukas 9:57-62

Ketika saya masih kecil dan tinggal di daerah pertanian, Ayah berkata kepada saya, Kamu tidak akan dapat membajak dengan lurus apabila kamu menoleh ke belakang. Anda dapat menguji hal ini dengan menoleh ke belakang pada saat Anda berjalan di atas salju atau pasir pantai. Jejak kaki Anda tidak akan lurus.

Seorang petani yang baik tidak akan menoleh ke belakang pada saat ia membajak lahannya. Yesus mempergunakan persamaan ini untuk mengajar kita bahwa jika kita ingin menjadi murid-Nya, kita harus benar-benar memutuskan hubungan dengan semua kelekatan yang menghalangi hubungan kita dengan-Nya.

Kesetiaan yang total kepada Allah merupakan suatu prinsip yang berakar pada Perjanjian Lama. Bangsa Israel, setelah dimerdekakan dari perbudakan dan dipelihara dengan cara yang adikodrati, justru menoleh ke belakang dan merindukan hari-hari ketika mereka dapat menikmati ikan, mentimun, semangka, bawang prei, bawang merah, dan bawang putih di Mesir (Bilangan 11:5,6). Hal itu sangat tidak menyenangkan bagi Allah, dan Dia menghakimi umat-Nya. Mereka menoleh ke belakang, dan hal itu menunjukkan bahwa mereka tidak cukup berkomitmen dengan-Nya.

Kini, orang-orang yang tetap melekatkan diri pada dosa-dosa lama dan kesenangan duniawi yang mereka nikmati sebelum menjadi orang kristiani, tidak akan dapat menjadi murid Yesus Kristus yang setia. Kita harus memutuskan hubungan dengan dosa-dosa masa lalu.

Pemuridan artinya adalah kita tidak lagi menoleh ke belakang HVL

19 September 2005

Perintah Tuhan Kita

Nats : Yesus berkata, ... Mari, ikutlah Aku dan kamu akan kujadikan penjala manusia (Markus 1:17)
Bacaan : Yohanes 21:14-22

Di Pantai Galilea, Yesus suatu kali mengajukan pertanyaan kepada Simon Petrus untuk menyelidik hatinya, Apakah engkau mengasihi Aku? (Yohanes 21:15-17). Kemudian Tuhan yang telah bangkit itu memberi tahu kepada murid-Nya, Petrus, bahwa kelak ia akan mati sebagai seorang martir. Mendengar pernyataan tersebut, Petrus pun menerimanya tanpa mengeluh.

Akan tetapi, kemudian Petrus mempertanyakan masa depan Rasul Yohanes (ayat 21). Kita hanya dapat menebak-nebak apa motivasi dari pertanyaannya itu. Apakah pertanyaan itu merupakan tanda perhatian seorang saudara? Apakah hal itu semata-mata hanyalah keingintahuan duniawi? Apakah Petrus kesal karena ia mengira Yohanes tidak mati sebagai martir?

Apa pun motivasi Petrus, Yesus menjawabnya dengan balik melontarkan pernyataan yang tidak hanya ditujukan kepada Petrus, tetapi juga ditujukan kepada setiap pengikut-Nya, Jikalau Aku menghendaki, supaya ia tinggal hidup sampai Aku datang, itu bukan urusanmu. Tetapi engkau: ikutlah Aku (ayat 22). Dengan pernyataan tersebut, Yesus sebenarnya hendak mengatakan, Jangan mengkhawatirkan hidup orang lain. Tugasmu adalah tetap mengikuti Aku dengan setia.

Kita begitu mudah membiarkan hubungan kita dengan Tuhan ditentukan oleh perilaku dan pengalaman orang lain. Akan tetapi, kita tidak boleh mengusik rencana Allah bagi orang lain. Meskipun ada suara-suara sumbang di sekitar kita, kita harus tetap mendengarkan perintah yang jelas dari Sang Juru Selamat, Tetapi engkau: ikutlah Aku VCG

11 November 2005

Orang Biasa

Nats : Ketika sidang itu melihat keberanian Petrus dan Yohanes dan mengetahui, bahwa keduanya orang biasa yang tidak terpelajar, heranlah mereka; dan mereka mengenal keduanya sebagai pengikut Yesus (Kisah Para Rasul 4:13)
Bacaan : Kisah 4:1-21

Penulis novel laris, Arthur Hailey (1920-2004), pernah berkata mengenai tokoh-tokohnya, “Rasanya saya tidak benar-benar menciptakan seorang tokoh. Saya menggambarkan kehidupan nyata.” Apabila para pembaca membuka buku karya pengarang Inggris itu, maka mereka akan menjumpai orang-orang biasa yang ditempatkan dalam situasi-situasi luar biasa oleh sang penulis.

Dalam Kisah Para Rasul 4 kita menemukan orang-orang biasa, termasuk Petrus dan Yohanes yang bekerja sebagai nelayan, yang ditempatkan Allah dalam situasi-situasi tak terduga sebagai saksi-saksi realitas kebangkitan Kristus. Orang-orang ini, yang melarikan diri saat Yesus ditangkap, kini dengan berani menghadapi berbagai ancaman dan hukuman karena memberitakan Dia kepada orang lain.

Bahkan para penguasa yang pada saat itu menentang para pengikut Yesus ini heran “ketika sidang melihat keberanian Petrus dan Yohanes dan mengetahui, bahwa keduanya orang biasa yang tidak terpelajar … dan mereka mengenal keduanya sebagai pengikut Yesus” (ayat 13).

Sebagian besar dari kita adalah orang-orang biasa yang hidup dalam dunia kerja, relasi, dan kejadian sehari-hari yang nyata. Kesempatan kita untuk menunjukkan realitas Kristus kadang kala datang secara tersamar dalam kesulitan-kesulitan, sama seperti yang terjadi pada para murid dalam Kisah Para Rasul.

Sebagai orang biasa, kita dapat memiliki pengaruh luar biasa bagi Kristus, jika kita memercayai Sang Penulis keadaan kita dan mengandalkan kuasa Roh Kudus -DCM

17 April 2007

Naluri Kawanan Domba

Nats : Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku (Yohanes 10:27)
Bacaan : Yohanes 10:14-30

Di dekat Desa Gevas di bagian timur Turki, saat para gembala sedang sarapan, salah satu domba mereka terjun dari tebing setinggi empat belas meter dan mati. Lalu, saat para gembala itu masih terpana, domba-domba lainnya ikut terjun. Seluruhnya ada 1.500 domba yang tanpa berpikir panjang menjatuhkan diri ke jurang. Untunglah 1.000 domba yang terjun belakangan selamat karena tertopang oleh tumpukan bulu domba dari domba-domba yang meloncat lebih dulu. Menurut The Washington Post, 450 domba mati.

Alkitab acap kali mengumpamakan manusia sebagai domba (Mazmur 100:3; Yesaya 53:6; Matius 9:36). Perhatian kita mudah teralih dan kita rawan terhadap pengaruh kelompok, sehingga kita lebih memilih mengikuti orang banyak daripada hikmat Sang Gembala.

Saya gembira karena Alkitab juga menggambarkan domba secara positif. Yesus berkata, "Akulah gembala yang baik .... Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku" (Yohanes 10:14,27).

Maka, pertanyaan besar bagi kita adalah: Siapakah yang kita ikuti? Orang lain? Gembala-gembala yang egois? Ataukah suara dan petunjuk Gembala Yang Baik?

Tantangan kita adalah menghindari kesalahan domba yang secara membabi-buta mengikuti domba yang lain ke arah tebing. Kita harus bertanya kepada diri sendiri setiap hari: Apakah saya mendengarkan suara Gembala Yang Baik? Apakah saya mengikuti Dia? --MRD


Penebus, bagai gembala Engkau memimpin kami,
Dalam asuhan-Mu kami dijaga;
Di padang rumput Engkau mengenyangkan kami,
Kawanan domba yang Kaupelihara. --Thrupp

9 Juni 2007

Ikut Bermain

Nats : Itulah yang kuusahakan dan kupergumulkan dengan segala tenaga sesuai dengan kuasa-Nya, yang bekerja dengan kuat di dalam aku (Kolose 1:29)
Bacaan : Kolose 1:24-29

Saya senang pergi ke Lapangan Wrigley di Chicago untuk menonton pertandingan bisbol -- duduk di tribun, menikmati hot dog besar, dan bersorak memberi semangat para pemain tim Cubs agar mereka meraih kemenangan!

Sayangnya, kekristenan memiliki banyak kemiripan dengan olahraga profesional. Sebagaimana pengamatan teman saya, ada sembilan pria di lapangan bisbol yang berjuang dan ribuan orang di tribun yang hanya menonton. Seperti yang mungkin Anda ketahui, itu bukan rencana pertandingan Allah bagi umat-Nya. Dia ingin kita keluar dari tribun, masuk lapangan, dan bergabung dengan tim itu.

Jika Anda bertanya-tanya dalam hati, sumbangsih apa yang dapat Anda berikan di lapangan, kini jangan bertanya-tanya lagi. Bagaimana dengan sumber keuangan Anda? Yesus dapat mengambil "perak dan emas" Anda dan memakainya untuk menyempurnakan banyak hal besar bagi kemuliaan-Nya.

Namun, lebih dari sekadar mengeluarkan buku cek Anda, Anda memiliki banyak talenta yang dapat dipersembahkan. Allah telah memberi setiap kita talenta rohani yang dapat ikut melebarkan kerajaan-Nya. Entah itu mengajar, menguatkan orang, melayani, menunjukkan keramahan, atau bermurah hati, setiap kecakapan itu berguna. Ikutilah teladan Paulus yang tanpa lelah melayani di ladang Allah demi memperoleh sukacita karena dipakai oleh-Nya (Kolose 1:28,29).

Percayalah, jauh lebih berguna berada di lapangan daripada duduk di tribun --JMS


Sesuai dengan keadaanmu, mulailah melayani Tuhan,
Klaimlah janji teguh-Nya dan percayalah pada firman-Nya;
Allah hanya meminta sesuai kemampuan yang engkau punya,
Dia akan memakai upayamu itu untuk memajukan rencana-Nya. --Anon.

7 Maret 2008

Senjata Kita

Nats : Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis (Efesus 6:11)
Bacaan : Efesus 6:10-20

Manusia kerap diperhadapkan pada tiga bidang yang memancing kelemahan manusiawi, yakni harta, kekuasaan, seksualitas. Setiap orang bisa tergoda pada salah satu atau lebih bidang tersebut. Siapa pun orangnya, bahkan para hamba Tuhan sekalipun. Status religius sama sekali bukan jaminan bahwa seseorang pasti tahan uji atau kebal salah. Alih-alih kebal salah, status religius acap kali malah menjadi topeng!

Untuk maksud itulah, Paulus mengingatkan jemaat di Efesus agar mereka mengenakan seluruh perlengkapan senjata Allah (ayat 11). Dan tentunya, ini juga berlaku bagi kita semua. Sebagai orang percaya, kita membutuhkan perlindungan yang menyeluruh atas hidup kita. Mengapa? Karena perjuangan kita sama sekali tidak mudah. Kita harus berjuang melawan roh-roh jahat di udara dan melawan keinginan jahat di dalam diri sendiri. Sebab itu, kita harus selalu waspada dan siap sedia dalam segala hal, dengan mengenakan setiap senjata yang Dia sediakan. Siapa lengah atau gegabah, akan mudah terpeleset dan jatuh.

Selanjutnya, kita harus senantiasa berdoa dan saling mendoakan di antara saudara seiman (ayat 18,19). Memang, kejatuhan bukanlah akhir hidup kita. Ada orang yang justru dapat memanfaatkan kejatuhannya sebagai awal pembaruan hidup yang sejati. Namun yang pasti, kita semua harus terus memiliki kewaspadaan dan penyerahan diri yang total kepada Allah. Melalui doa, mari kita mohonkan dua hal ini kepada Allah, agar kita tak mudah terpeleset pada tiga bidang godaan yang terus berupaya menjatuhkan kita dalam hidup ini -DKL

18 Mei 2008

Nandur Pari Jero

Nats : Tetapi aku takut, kalau-kalau pikiran kamu disesatkan dari kesetiaan kamu yang sejati kepada Kristus (2Korintus 11:3)
Bacaan : 2Korintus 11:1-6

Idep-idep nandur pari jero (Lebih baik menanam pari jero). Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa, ungkapan ini kerap diucapkan untuk menyiratkan sebuah kesadaran bahwa mereka tidak berani memastikan sesuatu yang belum terjadi. Pari jero adalah sebuah varitas padi lokal yang enak rasanya dan berbau harum, tetapi masa tanamnya agak panjang, sehingga dalam setahun hanya bisa dipanen dua kali. Ungkapan nandur pari jero hendak menandakan sikap atau tindakan yang disadari akan lama membuahkan hasil, sehingga untuk itu kita harus sabar dan setia menanti.

Menanti sesuatu tentu membutuhkan kesabaran dan kesetiaan. Itulah pesan Paulus kepada jemaat Korintus, dan juga kepada kita, agar sabar dan setia menanti kedatangan Tuhan, sekalipun masa penantian itu bisa panjang. Paulus takut kalau-kalau pikiran kita akan disesatkan dan berpaling dari Yesus (ayat 3). Apalagi di dunia ini akan banyak tawaran tentang "Yesus yang lain", "Injil yang lain", "roh yang lain" dari yang Paulus beritakan (ayat 4). Pikiran kita memang bisa disesatkan oleh beberapa hal, khususnya bila kita tak tahu kapan penantian itu akan berakhir. Kadang mungkin kita merasa seperti orang yang sedang nandur pari jero; kita tak tahu kapan Tuhan datang. Terlebih dalam hidup yang serbainstan ini, kita bisa mudah menjadi tak sabar, segera ingin menerima janji-janji-Nya.

Sesungguhnya, masa penantian akan kedatangan Tuhan ini menguji kesetiaan kita. Musuh ketidakpastian adalah ketidaksabaran, dan sahabat ketidakpastian adalah kepercayaan dan iman kita kepada Kristus -AGS

22 Mei 2008

Iman yang Teruji

Nats : Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu -- yang jauh lebih tinggi nilainya daripada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api (1Petrus 1:7)
Bacaan : 1Petrus 1:1-9

Ibu Merry berusia 72 tahun. Ia menderita kanker lever stadium akut. Dokter sudah memvonis bahwa hidupnya hanya tinggal hitungan bulan. Perutnya membesar, dan kerap kali ia harus menanggung kesakitan di sekujur tubuh. Suatu hari, saya dan istri menengoknya di rumah sakit. Kami berbincang-bincang. Wajahnya yang kurus pucat tidak melunturkan semangat dan senyumnya. Saya membacakan firman Tuhan. Sebelum berdoa, saya mengajaknya bernyanyi, sebab ia senang menyanyi. "Tante mau nyanyi lagu apa?" tanya saya. "Lagu Berserah kepada Yesus," jawabnya. Kami pun bernyanyi bersama.

Sungguh luar biasa. Seseorang yang seakan-akan sudah dekat dengan kematian dan di tengah deraan sakit yang hebat, melantunkan pujian: "Aku berserah, aku berserah, kepada-Mu Juru Selamat, aku berserah." Inilah iman yang sejati. Sangatlah biasa bila dalam keadaaan berkelimpahan, hidup senang, dan sehat walafiat, seseorang memuji-muji Tuhan. Akan tetapi, sungguh istimewa bila di tengah kesulitan hidup, dalam pencobaan yang berat, seseorang masih bisa memuji dan mengagungkan nama Tuhan.

Surat Petrus yang pertama ditujukan kepada umat kristiani yang tersebar di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil, dan Bitinia (ayat 1). Mereka tengah mengalami tekanan dan penganiayaan hebat akibat iman mereka. Namun, Petrus mengingatkan mereka untuk tetap gembira walau harus menanggung semua kesulitan itu (ayat 6). Nasihat ini juga berlaku bagi kita yang mengalami tekanan hidup. Tetaplah bergembira. Pandanglah pencobaan sebagai sarana untuk "membuktikan" kemurnian iman kita -AYA

16 Agustus 2008

Bhinneka Tunggal Ika

Nats : Sebab itu terimalah satu akan yang lain, sama seperti Kristus juga telah menerima kita, untuk kemuliaan Allah (Roma 15:7)
Bacaan : Roma 15:5-7

Menjelang 17 Agustus 1945, Bung Karno pernah diculik oleh para pemuda agar segera menyatakan kemerdekaan Indonesia. Pada hari H-nya, ia didesak teman-teman yang sudah berkumpul di rumahnya. Namun Soekarno berkata, "Saya tidak mau mengucapkan proklamasi kalau Hatta tidak ada." Pertimbangannya adalah: Soekarno orang Jawa, sementara Hatta orang Sumatra. "Demi persatuan," tambahnya. Bung Karno menyadari betul, bahwa Indonesia adalah negara kepulauan, yang mencakup beragam suku. Karenanya tidak ada bentuk negara yang lebih baik selain negara kesatuan. Dalam negara kesatuan, perbedaan dihargai.

Dalam hidup bermasyarakat dan bergereja, sangat mudah menemukan orang lain yang berbeda dengan kita; mulai dari hitam-putihnya kulit, lebar-kecilnya mata, lurus-ikalnya rambut, ragamnya aksen dan dialek, sampai "kotak-kotak" baru, seperti partai politik dan denominasi gereja. Dan karena perbedaan itu, kita pun merasa terpisah.

Namun, sebagaimana para pendiri negeri ini rindu menciptakan bangsa yang bersatu dalam kepelbagaian yang ada, marilah kita hidupi pula semangat bersatu dalam kepelbagaian ini. Jauhkan sikap membeda-bedakan. Mohon Tuhan mengaruniakan kerukunan kepada kita (ayat 5). Sambil kita juga berperan aktif bagi terciptanya kerukunan itu dengan memupuk sikap saling menerima seperti yang dicontohkan Kristus (ayat 7). Jangan biarkan perbedaan itu memisahkan kita, sebaliknya biarkan itu menjadi kekayaan di hidup kita.

Saatnya Indonesia bersatu. Saatnya Bhinneka Tunggal Ika diwujudkan di negeri ini. Dan, kita bisa memulainya dari diri kita sendiri di lingkungan yang paling dekat -AW

27 Agustus 2008

Saat Bimbang

Nats : Ketika hatiku merasa pahit ... aku dungu dan tidak mengerti, seperti hewan aku di dekat-Mu. Tetapi aku tetap di dekat-Mu (Mazmur 73:21-23)
Bacaan : Mazmur 73:1-5, 21-26

Aku memanggil-Mu, ingin bergantung pada-Mu, tetapi Engkau tak menjawab. Aku sendirian .... Di mana imanku? Yang ada hanya kehampaan dan kegelapan." Demikianlah Ibu Teresa menuliskan salah satu suratnya. Ketika surat-surat pribadinya dipublikasikan, orang kaget. Tak habis pikir, bagaimana mungkin seorang rohaniwan terkenal seperti dia bisa mengalami kebimbangan hidup? Bahkan, meragukan imannya? Bukankah dunia mengenalnya sebagai tokoh yang begitu mencintai Tuhan dan sesama?

Hal ini tidak mengherankan. Pemazmur pun pernah bimbang akan kehadiran Tuhan. "Seperti hewan aku di dekat-Mu," katanya. Anjing peliharaan hanya paham beberapa instruksi tuannya. Pengertiannya terbatas sekali. Tak bisa ia memahami maksud sang tuan sepenuhnya. Seperti itulah kondisi pemazmur. Ia tak mengerti, mengapa Tuhan membiarkan orang jahat hidup enak dan jaya. Ia yang hidup bersih justru "nyaris tergelincir". Namun ia bertekad, "aku tetap didekat-Mu." Itulah yang membuatnya tetap bertahan di masa bimbang. Akhirnya, pelan-pelan Tuhan membukakan rencana-Nya dan membuat ia mengerti maksud-Nya.

Saat hidup tampak tidak adil, bisa jadi kita pun bimbang. Merasa Tuhan seolah-olah tak ada dan tak berkuasa. Kita meragukan pimpinan-Nya. Ini wajar. Tiap orang percaya pernah mengalaminya. Yang penting bagaimana sikap kita ketika menjalani masa itu. Dalam kebimbangan, Ibu Teresa tetap giat melayani sesama. Pemazmur memilih tetap mendekat pada Tuhan. Kita pun dapat memilih untuk tetap ada di jalan-Nya, sekalipun ada saat di mana hadir-Nya tidak nyata terasa -JTI

4 September 2008

Gereja Tempat Bertumbuh

Nats : Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya (1Korintus 12:27)
Bacaan : Mazmur 92:13-16

Ada ungkapan bernada gurau: "Gereja Kristen Jalan-jalan". Istilah itu mengacu pada orang kristiani yang enggan menetap dan bertumbuh di satu gereja tertentu, tetapi berpindah dari satu gereja ke gereja lain. Bila diibaratkan suatu hubungan, mereka hanya ingin menikmati asyiknya berpacaran, tetapi enggan berkomitmen dan membina kehidupan berkeluarga.

Berjalan kaki pada pagi hari secara teratur tentu sangat dianjurkan demi menjaga kebugaran, namun berjalan-jalan dari gereja ke gereja setiap minggu malah akan mengganggu kesehatan rohani kita. Pemazmur antara lain menggambarkan kehidupan orang benar sebagai pohon yang "ditanam di bait TUHAN" (Mazmur 92:14). Supaya bertumbuh dengan baik, sebuah pohon perlu mengembangkan akarnya guna menyerap air dan sari-sari makanan yang tersedia di tanah.

Anda tentu bisa membayangkan bagaimana jadinya kalau sebuah pohon yang baru ditanam kemudian dicabut, lalu ditanam di tempat lain, lalu dicabut lagi, lalu ditanam di tempat lain lagi. Tidak ayal pohon itu akan layu sebelum berkembang.

Kita tidak hanya dipanggil untuk menjadi percaya, tetapi juga untuk menjadi anggota tubuh Kristus (1Korintus 12:27). Itulah salah satu makna yang terkait dalam gambaran Paulus tentang gereja sebagai "satu tubuh banyak anggota". Maka sudah semestinya kita berkomitmen di dalam gereja lokal. Dengan berkomitmen secara rohani, kita berakar dan menerima asupan makanan rohani secara teratur. Kita juga mendapatkan "tanah tempat bertumbuh", yaitu komunitas orang percaya, untuk saling mengasihi dan melayani menuju kedewasaan rohani -ARS

6 September 2008

Melihatnya Dalam Gelap

Nats : Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, karena kita tahu bahwa kesengsaraan itu menimbulkan ketekunan (Roma 5:3)
Bacaan : Roma 5:1-6

Suatu malam, sebuah gereja yang ada di desa mengadakan kebaktian penyegaran iman dan mereka mengundang seorang pendeta untuk berkhotbah. Desa tersebut baru saja mendapat sambungan aliran listrik sehingga ruang kebaktian gereja mendapat penerangan dari lampu pijar. Ketika sang pendeta tengah berkhotbah, tiba-tiba listrik mati. Ruangan ibadah pun menjadi gelap gulita. Sang pendeta bingung; harus terus berkhotbah atau menunggu listrik menyala. Tiba-tiba seorang anggota majelis berbisik, "Teruslah berkhotbah, Pak Pendeta. Kami masih bisa melihat Yesus di dalam gelap."

Hidup bisa tiba-tiba menjadi gelap saat kita menghadapi kesengsaraan; kehilangan orang terkasih, sakit-penyakit, kegagalan bisnis. Semua itu membuat hari-hari tampak suram. Ibarat mati lampu, keadaan di sekeliling menjadi tampak gelap. Namun, orang yang beriman pada Kristus dapat tetap berdiri, bahkan bermegah. Mengapa? Sebab ada pengharapan. Kita yakin, di tengah gelapnya hidup, Yesus beserta. Kita bisa melihat Dia dalam gelap. Oleh sebab itu, kesengsaraan tidak perlu menjatuhkan iman, tetapi menguji iman kita untuk naik setingkat lebih tinggi. Pengalaman membuktikan, hari-hari gelap justru merupakan saat di mana Tuhan mendekat; saat di mana kita merasakan pertolongan dan kuasa-Nya secara istimewa.

Apakah jalan di depan Anda tampak gelap? Jangan takut, apalagi sampai kehilangan kegembiraan hidup. Percayalah, semakin sulit jalan hidup Anda, semakin nyata Tuhan menyertai Anda. Seperti orangtua yang memberi perhatian khusus saat anaknya sakit, Tuhan pun begitu. Di topan gelap, Anda didekap -JTI

19 September 2008

Injil di Balik Kue Bulan

Nats : Sungguh pun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang (1Korintus 9:19)
Bacaan : 1Korintus 9:19-23

Kue bulan atau tong jiu pia adalah makanan khas orang Tionghoa, yang biasanya ada untuk merayakan festival bulan purnama. Saya memiliki suatu kenangan mengesankan dengan kue ini ketika sedang belajar di Tiongkok. Menjelang festival bulan purnama, sepasang suami istri dari gereja lokal tempat saya beribadah mengundang kami, para mahasiswa asing, untuk datang ke rumah mereka dan makan kue bulan bersama. Beberapa rekan yang memiliki keyakinan berbeda pun ikut datang. Ternyata suami istri tersebut memakai kesempatan festival bulan purnama untuk menceritakan betapa besar kasih Tuhan dalam hidup mereka. Mereka menjadikan kue bulan sebagai sarana untuk menceritakan Injil.

Tak semua tradisi warisan budaya nenek moyang itu buruk. Memang ada tradisi yang bertentangan dengan firman Tuhan, dan bisa menghambat pertumbuhan rohani kita, karenanya harus kita tolak. Akan tetapi ada juga tradisi yang bersifat "netral", yang bahkan bisa kita gunakan untuk menjadi sarana pemberitaan Injil yang efektif. Paulus, dalam pelayanannya, tidak mengabaikan tradisi yang dimiliki seseorang. Dikatakan dalam surat Korintus, ia "menjadi seperti orang yang dilayaninya" supaya bisa memenangkan sebanyak mungkin orang (ayat 19).

Saya belajar dari suami istri yang mengundang kami untuk makan kue bulan itu. Mereka begitu rindu mewartakan kabar baik tentang kasih Kristus, dan mereka menggunakan tradisi warisan budaya yang mereka miliki untuk dipakai menjadi sarana penginjilan. Dan itu sangat efektif. Walau tentu kue bulan itu hanya menjadi sarana, bukan yang utama. Akhirnya yang menyentuh hati kami bukanlah kue bulan, melainkan kasih Kristus dalam hati mereka -GS



TIP #30: Klik ikon pada popup untuk memperkecil ukuran huruf, ikon pada popup untuk memperbesar ukuran huruf. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA