: A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S T U V W X Y Z
Roh-roh Jahat | Roh-Roh Jahat, Jin | Rohgah | Romamti-Ezer | Roman | ROMAWI, KERAJAAN ATAU KEKAISARAN ROMAWI | Rome | Rone | Rosh | Rosy | Roti
Daftar Isi
ENSIKLOPEDIA: ROMAWI, KERAJAAN ATAU KEKAISARAN ROMAWI

ROMAWI, KERAJAAN ATAU KEKAISARAN ROMAWI

ROMAWI, KERAJAAN ATAU KEKAISARAN ROMAWI [ensiklopedia]

Orang Romawi menguasai bangsa-bangsa di sekitar Laut Tengah dengan beberapa cara yg halus dan rumit. Kata Latin imperium berarti kekuasaan berdaulat yg dilimpahkan rakyat Romawi kepada pemimpin terpilih melalui undang-undang khusus (lex curiata). 'Imperium' selalu seutuhnya, mencakup setiap bentuk kekuasaan eksekutif, keagamaan, kemiliteran, kehakiman, legislatif dan pemilihan. Penggunaan kekuasaan itu dibatasi pada jumlah tertentu pemimpin, juga oleh kebiasaan atau pembatasan resmi pada bidang tugas khusus. Karena perluasan kepentingan Romawi di luar negeri, maka bidang tugas tersebut sering menjadi tugas pemerintahan propinsi. Akhirnya pemberlakuan sistematis dari kekuasaan yg seutuhnya itu untuk menguasai daerah yg luas, memberi pada kata imperium arti 'daerah geografis dan administratif yg dikuasai'. Pada zaman PB sistem imperium masih belum lengkap atau ketat.

I. Watak imperialisme Romawi

Pembentukan propinsi Romawi tidak meniadakan pemerintahan setempat dan juga tidak menciptakan negara bagian Romawi. 'Gubernur' (dlm bh Latin banyak istilah bagi pejabat itu) bekerjasama dalam ikatan persahabatan dengan kekuatan-kekuatan militer Romawi. Bila tidak ada perang maka pekerjaan utama gubernur ialah diplomasi. Jadi gubernur Romawi lebih mirip pada komandan wilayah dari suatu pakta organisasi modem yg melayani kepentingan penguasa induk, ketimbang pada gubernur negara kolonial dengan otoritas monarkinya. Solidaritas dalam kerajaan Romawi adalah semata-mata karena kekuatan Romawi Raya, bukan karena pemerintahan pusat. Kerajaan Romawi meliputi ratusan negara satelit, masing-masing dihubungkan secara bilateral dengan Roma, dan masing-masing menikmati hak langsung merundingkan kepentingan sendiri. Kendati pemerintah Romawi mampu untuk meniadakan jaringan perjanjian dan tradisi tersebut, namun itu tidak cocok dengan kecenderungan atau kepentingan Roma. Bahkan pemerintah Roma berusaha membujuk para sekutunya itu supaya tidak putus asa untuk menikmati hak dan kedudukan mereka sebagai bawahan. Berbarengan dengan itu berlangsunglah proses asimilasi tahap demi tahap melalui pemberian kewargaan Romawi kepada orang atau kota, sehingga loyalitas bangsawan lokal memihak pada kekuatan pusat.

II. Pertumbuhan sistem propinsi

Seni perluasan kekuasaan melalui diplomasi seperti dijelaskan di atas dikembangkan pada masa Roma menggarap tetangganya di Italia. Kegeniusan diplomasi itu dikaitkan dengan asas lembaga keimaman, yg memaksakan kepatuhan terhadap batasan dan tidak memberi peluang sedikit pun pada kemungkinan timbulnya perang, dalam kemurahan hubungan timbal batik perjanjian Roma pada awalnya, atau dengan cita-cita Romawi tentang perlindungan yg menuntut kesetiaan yg tinggi dari para sahabat dan bawahan sebagai imbalan perlindungan itu. Apa pun alasannya, Roma segera memegang kepemimpinan atas liga kota Latin, dan kemudian membina hubungan perjanjian dengan semua negara Italia di selatan lembah Po, di tengah penyerbuan sporadis orang Galia dan Jerman. Juga pada saat Roma menghadapi lawan di seberang laut seperti Kartago dan raja-raja Helenistik. Tapi baru pada thn 89 sM bangsa-bangsa itu diberi kewargaan Romawi, dan dengan demikian menjadi kotapraja dalam republik Romawi.

Sementara itu terjadi proses serupa di seluruh wilayah Laut Tengah. Pada akhir perang pertama antara Roma dan Kartago Sisilia dijadikan propinsi (241 sM), dan kemelut seperti yg ditimbulkan oleh Kartago membawa nasib yg sama pada Sardinia dan Korsika (231 sM), Spanyol Jauh dan Spanyol Dekat (197 sM) dan akhirnya sesudah penghancuran Kartago (146 sM) Afrika juga menjadi propinsi.

Mula-mula orang Romawi ragu-ragu untuk menguasai negara-negara Helenistik di bagian timur, sehingga berulang kali gagal dalam perundingan bebas. Tapi akhirnya daerah-daerah itu dijadikan propinsi Makedonia (148 sM) dan propinsi Akhaya (146 sM). Kendati terjadi beberapa kali kekerasan seperti penghancuran Kartago dan Korintus thn 146 sM, namun keuntungan sistem propinsi Romawi secara luas diakui. Tiga negara lain menjadi propinsi Romawi berdasarkan pewarisan oleh penguasanya, yg kemudian dikenal sebagai propinsi Asia (133 sM), Bitinia dan Kirene (74 sM). Roma juga sibuk berbenah din, dan ancaman berupa gangguan terhadap perhubungan oleh bajak-bajak laut menyebabkan Galia Narbon, Ilirikum, dan Kilikia masing-masing dijadikan sebagai propinsi.

Ambisi jenderal-jenderal Romawi sekarang mulai memainkan peranan penting. Pompeius menambahkan wilayah Pontus ke wilayah Bitinia dan menciptakan propinsi utama baru, Siria, sesudah kemenangannya atas Mithridates pada thn 66 sM. Pada dasawarsa berikutnya Caesar membuka seluruh wilayah Galia, sehingga orang Romawi dapat menetap di tepi S Rein dari Alpen sampai Laut Utara. Negeri paling terakhir dari negara-negara Helenistik Raya, Mesir, menjadi propinsi Romawi setelah Augustus mengalahkan Antonius dan Kleopatra thn 31 sM. Selanjutnya kebijakan Romawi adalah konsolidasi, bukan ekspansi. Agustus memperjelas perbatasan sampai S Donau, mendirikan propinsi-propinsi Retia, Norikum, Panonia dan Music. Pada generasi berikutnya peranan dinasti setempat digantikan oleh gubernur Romawi di beberapa daerah. Galatia (25 sM) diikuti oleh Kapadokia, Yudea, Britania, Mauretania, dan Tracia (46 M).

PB ditulis setelah jumlah propinsi Romawi tidak bertambah lagi, dan seluruh daerah Laut Tengah untuk pertama kalinya diperintah oleh penguasa-penguasa yg pola pemerintahannya seragam. Memang pemerintahan sebelumnya dalam beberapa hal masih berperan, namun tanpa harapan masa depan. Proses penggabungan langsung ke dalam negara Romawi terus berjalan sampai kaisar Caracalla pada thn 212 M memperluas kewarganegaraan Romawi, mencakup seluruh penduduk yg bebas menentukan kewarganegaraannya di kawasan Laut Tengah. Sejak itu dan selanjutnya adalah propinsi jajahan dalam arti modern.

III. Pemerintahan propinsi

Hingga abad 1 sM propinsi diperintah oleh konsul Romawi, baik sebagai pejabat ataupun penjabat pada kurun waktu tertentu, saat mereka masih memegang kedaulatan imperium. Bangsawan Romawi mempunyai rasa tanggung jawab yg tinggi atas tugas-tugasnya, dan mereka sadar bahwa seumur hidup mereka wajib belajar politik dan hukum, justru mereka -- mau tidak mau -- harus memerintah propinsinya sedemikian rupa, untuk meraih jenjang karir berikutnya di Roma. Pengadilan pertama yg berkedudukan di Roma didirikan untuk mengadili gubernur propinsi yg terlibat kasus pemerasan. Selama persaingan merebut jabatan tak terkendalikan, maka masa jabatan 3, 5 dan 10 thn hanya memperburuk keadaan. Periode demikian mengakibatkan timbulnya perebutan kekuasaan secara militer. Negara-negara satelit dibiarkan dalam keadaan tak berpengharapan. Biasanya negara-negara itu memperjuangkan kepentingan mereka tanpa melalui gubernur, dengan mengharapkan jasa baik dan perlindungan dari keluarga-keluarga yg di senat, dan keadilan pada akhirnya ditegakkan. Selama 20 thn perang saudara setelah penyeberangan S Rubikon (49 sM), negara-negara satelit itu terpaksa menentukan mereka berada di pihak mana, dengan mempertaruhkan kekayaan dan kemerdekaan mereka dalam pertentangan yg akibatnya tak dapat diperkirakan. Tiga kali kekuatan yg besar dari Timur berusaha menduduki Italia namun setiap kali usaha itu gagal. Kemudian menjadi tugas pemenang, Augustus, selama 45 tahun masa kekuasaannya yg tak tertandingi untuk memulihkan kesejahteraan.

Kebijakannya yg pertama ialah menerima menjadi tanggung jawabnya sendiri 'propinsi' yg bagian terluas wilayah propinsi itu masih memerlukan pasukan besar, khususnya Galia, Spanyol, Siria, dan Mesir. Imperium itu diperpanjang secara berkala sampai akhir hidupnya, dan penggantinya juga menerapkan kebijakan yg sama. Kepala-kepala daerah diangkat oleh kaisar Roma, dan dengan demikian terciptalah golongan administrator profesional serta rencana jangka panjang yg mantap untuk pertama kalinya.

Propinsi lain tetap dipercayakan kepada pejabat biasa. Tapi kemungkinan untuk menyalahgunakan kedudukan tersingkir oleh kekuatan kaisar yg begitu perkasa, dan memang orang yg kurang berpengalaman cenderung membeo tunduk kepada Kaisar, sehingga standar pemerintahan Kaisar dipertahankan secara luas. Propinsi yg dikelola dengan jelek dapat dialihkan menjadi langsung di bawah pemerintahan Kaisar, seperti terjadi atas Bitinia pada masa Plinius.

Tiga tanggung jawab utama gubernur jelas digambarkan dalam PB. Pertama, keamanan teritorial sebagai bidang tugas militer dan ketertiban umum. Ketakutan akan tindakan kaisar berdasarkan tanggung jawab utama yg pertama ini, menjurus kepada kesengajaan pemerintah setempat untuk mengkhianati Yesus (Yoh 11:48-50), Paulus ditahan berdasarkan dakwaan ia penghasut (Kis 21:31-38). Pemerintah Tesalonika (Kis 17:6-9) dan Efesus (Kis 19:40) nampak tidak berdaya karena takut akan tindakan Roma, tapi di Fenisia (Kis 12:20) dan Listra (Kis 14:9) terjadi kekerasan tanpa adanya campur tangan Romawi. Kedua, pendapatan. Pemerintahan kaisar membenahi sistem perpajakan dan mendasarkannya pada sensus penduduk (Luk 2:1). Yesus (Luk 20:22-25) dan Paulus (Rm 13:6, 7) mengindahkan hak Kaisar menarik pajak. Ketiga dan yg paling berat ialah menata peradilan. Peradilan ditangani oleh penguasa setempat (Kis 19:38) dan dipusatkan di sekitar pengadilan Romawi, baik tahap pertama maupun tahap kedua dalam kasus banding (Kis 25:9, 10). Perkara-perkara yg tertunda lama, biaya dan kerumitan tata cara meningkat. Gubernur terlalu sibuk dan berusaha mengembalikan tanggung jawab itu kepada penguasa setempat (Luk 23:7; Kis 18:15). Kendati demikian orang Kristen ikut memuji keadilan Romawi (Kis 24:10; Rm 13:4).

IV. Kerajaan Romawi dalam nalar PB

Hubungan yg rumit antara para gubernur, kaisar dan sekian republik nyata dalam PB karena kerumitan itu jelas bagi penulis-penulis PB. Gelora imperialis yg timbul dari keangkeran pengaruh Kaisar meredam kemelut itu, dan melahirkan kepatuhan yg dilatarbelakangi oleh rasa ketakutan. Titah Kaisar mengharuskan Yusuf pergi ke Betlehem (Luk 2:4). Dalam ucapan Yesus, kaisar adalah antitesa Allah (Luk 20:25). Imbas kuasa kaisar memeteraikan kematian Yesus (Yoh 19:12). Orang Yahudi bersumpah setia pada kaisar (Yoh 19:15). Orang Yunani setia pada ketetapan kaisar (Kis 17:7), dan rasul Paulus mengharapkan bantuan kaisar (Kis 25:11). Kaisarlah 'raja' tertinggi, kepadanya orang Kristen harus taat (1 Ptr 2:13).

Tapi mengkultuskan kaisar bertentangan dengan kesetiaan kristiani. Dalam acuan-acuan tadi (Yoh 19:12; Kis 17:7; 25:8) terdapat lebih dari sekedar sebutir kebenaran. Pada instansi terakhir dan kalau perlu, orang Kristen patut menentangnya. Tentara Romawi yg menyalibkan Yesus disebut 'orang jahat' (Kis 2:23). Keadilan Romawi ditolak oleh orang suci (1 Kor 6:1). Tatkala Kaisar melancarkan pembalasan (Why 17:6), maka penghujatan dinyatakan dalam tuntutannya menerima hukuman dari Tuhan segala tuhan dan Raja segala raja (Why 17:14). Jadi, kendati keadaan damai di seluruh kerajaan Romawi memuluskan jalan bagi Injil, namun keangkuhan kaisar Romawi adalah kendala besar yg tak terelakkan.

KEPUSTAKAAN. CAH 9-11; G. H Stevenson, Roman Provincial Administration, 1949; A. N Sherwin-White, Roman Society and Roman Law in the New Testament, 1963; F. E Adcock, Roman Political Ideas and Practice, 1959; F Millar, The Roman Empire and its Neighbours, 1967; H Mattingly, Roman Imperial Civilization, 1957; J. P. V. D Balsdon, Rome: the Story of an Empire, 1970; E. A Judge, The Social Pattern of the Christian Groups of the First Century, 1960. EAJ/BS/HAO




TIP #19: Centang "Pencarian Tepat" pada Pencarian Universal untuk pencarian teks alkitab tanpa keluarga katanya. [SEMUA]
dibuat dalam 0.07 detik
dipersembahkan oleh YLSA