Teks -- Pengkhotbah 1:1 (TB)
Nama Orang, Nama Tempat, Topik/Tema Kamus
kecilkan semuaTafsiran/Catatan -- Catatan Kata/Frasa (per frasa)
Jerusalem: Pkh 1:1 - Pengkhotbah Begitulah sering kali (semenjak Luther) diterjemahkan kata Ibrani Qohelet. Arti kata ini ialah: orang jemaat (Ibraninya: qahal; Yunaninya: ekklesia) U...
Begitulah sering kali (semenjak Luther) diterjemahkan kata Ibrani Qohelet. Arti kata ini ialah: orang jemaat (Ibraninya: qahal; Yunaninya: ekklesia) Ungkapan itu dapat diartikan dengan dua cara. Qohelet boleh jadi berarti: pemimpin jemaat, pengkhotbah bagi jemaat. Tetapi mungkin kata itu berarti juga: orang yang bertindak atas nama jemaat; jemaat yang diperorangkan. Ia bosan mendengar ajaran yang lazim, lalu sendiri angkat bicara
Jerusalem: Pkh 1:1 - raja Yerusalem Ini hanya sebuah akal kesusasteraan belaka yang menyamakan pengarang kitab ini dengan raja Salomo, orang berhikmat yang unggul, bdk 1Ra 4:29-34.
Ini hanya sebuah akal kesusasteraan belaka yang menyamakan pengarang kitab ini dengan raja Salomo, orang berhikmat yang unggul, bdk 1Ra 4:29-34.
Ende: Pkh 1:1 - -- Pengarang memperkenalkan diri se-akan2 Radja Sulaiman, tersohor karena
kebidjaksanaannja. Pengarang itu bukan Sulaiman, tetapi ia menggunakan alat
kes...
Pengarang memperkenalkan diri se-akan2 Radja Sulaiman, tersohor karena kebidjaksanaannja. Pengarang itu bukan Sulaiman, tetapi ia menggunakan alat kesusasteraan sadja.
Ende: Pkh 1:1 - Pengchotbah adalah terdjemahan perkataan Hibrani: "Kohelet". Maknanja:
"orang himpunan", entah oleh karena mengumpulkannja, entah oleh sebab ada
pemimpinnja, enta...
adalah terdjemahan perkataan Hibrani: "Kohelet". Maknanja: "orang himpunan", entah oleh karena mengumpulkannja, entah oleh sebab ada pemimpinnja, entah oleh karena berchotbah, berpidato didepan rakjat. Djadi "Pengchotbah" bukan terdjemahan jang sama sekali tepat dan teliti.
Ref. Silang FULL -> Pkh 1:1
Ref. Silang FULL: Pkh 1:1 - perkataan Pengkhotbah // di Yerusalem · perkataan Pengkhotbah: Pengkh 1:12; Pengkh 7:27; 12:10
· di Yerusalem: Ams 1:1; Ams 1:1
· perkataan Pengkhotbah: Pengkh 1:12; Pengkh 7:27; 12:10
buka semuaTafsiran/Catatan -- Catatan Rentang Ayat
Matthew Henry -> Pkh 1:1-3
Matthew Henry: Pkh 1:1-3 - Kesia-siaan Dunia
Dalam pasal ini kita mendapati,
I. Penulis, atau judul kitab (ay. 1).
II. Ajaran umum tentang sia-sianya makhluk ciptaan diteta...
- Dalam pasal ini kita mendapati,
- I. Penulis, atau judul kitab (ay. 1).
- II. Ajaran umum tentang sia-sianya makhluk ciptaan ditetapkan (ay. 2) dan dijelaskan (ay. 3).
- III. Bukti dari ajaran ini diambil,
- 1. Dari singkatnya hidup manusia dan banyaknya kelahiran dan pemakaman dalam kehidupan ini (ay. 4).
- 2. Dari tidak tetapnya sifat dan tetapnya perputaran-perputaran, semua makhluk ciptaan, serta keadaan yang senantiasa terus-menerus berubah-ubah yang di dalamnya mereka tinggal, matahari, angin, dan air (ay. 5-7).
- 3. Dari berlimpahnya kerja keras yang ada di sekeliling manusia dan sedikitnya kepuasan yang mereka dapatkan di dalamnya (ay. 8).
- 4. Dari kembalinya hal-hal yang sama lagi, yang menunjukkan akhir dari semua kesempurnaan, dan bahwa persediaan sudah habis (ay. 9-10).
- 5. Dari keadaan terlupakan yang menjadi nasib segala sesuatu (ay. 11).
- IV. Contoh pertama tentang sia-sianya pengetahuan manusia, dan semua ilmu pengetahuan, terutama filsafat alam dan ilmu pemerintahan. Amatilah,
- 1. Pengujian yang dilakukan Salomo terhadap semuanya ini (ay. 12-13, 16-17).
- 2. Penilaiannya tentang semua itu, bahwa segala sesuatu adalah sia-sia (ay. 14). Sebab,
- (1) Ada kerja keras dalam memperoleh pengetahuan (ay. 13).
- (2) Ada sedikit kebaikan yang dapat dilakukan dengan pengetahuan itu (ay. 15).
- (3) Tidak ada kepuasan di dalamnya (ay. 18). Dan, jika ini adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin, maka semua hal lain di dunia ini, karena jauh lebih rendah darinya dalam martabat dan nilai, pasti demikian juga. Sarjana yang hebat tidak bisa berbahagia kecuali ia orang kudus yang sejati.
Kesia-siaan Dunia (1:1-3)
- Di sini ada,
- I. Sebuah penjelasan tentang penulis kitab ini. Penulisnya adalah Salomo, sebab tidak ada anak Daud yang lain yang menjadi raja Yerusalem. Tetapi ia menyembunyikan namanya Salomo, pendamai, karena oleh dosanya ia sudah mendatangkan kesusahan atas dirinya sendiri dan kerajaannya, telah melanggar perdamaiannya dengan Allah, dan kehilangan kedamaian hati nuraninya. Oleh sebab itu, ia tidak lagi layak menyandang nama itu. Jangan panggil aku Salomo, panggil aku Mara, sebab, sesungguhnya, penderitaan yang pahit menjadi keselamatan bagiku. Tetapi ia menyebut dirinya,
- 1. Pengkhotbah, yang menyiratkan tabiatnya yang sekarang. Ia adalah koheleth, yang berasal dari kata yang berarti mengumpulkan, tetapi akhiran kata itu merujuk pada perempuan. Mungkin Salomo berniat menegur dirinya sendiri atas kelakuannya yang tidak jantan dan pengecut, yang berperan lebih daripada apa pun dalam kemurtadannya. Sebab untuk menyenangkan istri-istrinyalah ia mendirikan berhala-berhala (Neh. 13:26). Atau kata itu harus dipahami sebagai jiwa, dan dengan demikian koheleth adalah,
- (1) Jiwa yang bertobat, atau yang terkumpul, jiwa yang sudah mengembara dan tersesat seperti domba yang hilang, tetapi sekarang dipulihkan, dikumpulkan dari pengembaraannya ke sana kemari, dikumpulkan kembali kepada kewajibannya, dan pada akhirnya menjadi insaf. Roh yang sudah berfoya-foya mengejar seribu satu macam kesia-siaan sekarang dikumpulkan dan dibuat berpusat pada Allah. Anugerah ilahi dapat membuat pendosa-pendosa besar menjadi petobat-petobat besar, dan bahkan mempertobatkan kembali orang-orang yang, setelah mereka tidak mengenal jalan kebenaran, kemudian berbalik darinya, dan menyembuhkan kemurtadan mereka, meskipun itu perkara yang sulit. Hanya jiwa yang bertobatlah yang akan diterima Allah, hati yang hancur, bukan kepala yang tertunduk seperti gelagah hanya untuk satu hari, pertobatan Daud, dan bukan pertobatan Ahab. Dan hanya jiwa yang terkumpul yang merupakan jiwa yang bertobat, yang kembali pulang dari jalan-jalannya yang menyimpang, yang tidak lagi melampiaskan cinta berahinya kepada orang-orang asing (Yer. 3:13), tetapi dipersatukan untuk takut terhadap nama Allah. Yang diucapkan mulut meluap dari hati, dan karena itu di sini kita mendapati kata-kata seorang petobat, dan kata-kata itu diberitahukan kepada semua orang. Jika orang-orang terkemuka yang mengaku beragama jatuh ke dalam dosa yang menjijikkan, maka mereka berkepentingan, demi kehormatan Allah dan untuk memperbaiki kerusakan yang sudah mereka perbuat terhadap kerajaan-Nya, untuk bersaksi tentang pertobatan mereka di depan semua orang, supaya obat penangkalnya dapat dioleskan ke tempat yang luas seluas racunnya.
- (2) Jiwa yang berkhotbah, atau yang mengumpulkan. Karena ia sendiri dikumpulkan ke dalam perkumpulan orang-orang kudus, yang darinya ia sudah membuang dirinya sendiri oleh dosanya, dan karena ia sudah didamaikan dengan jemaat, ia berupaya untuk mengumpulkan orang-orang lain yang sudah tersesat seperti dia, dan yang mungkin disesatkan oleh contoh perilakunya. Orang yang sudah melakukan apa saja sampai memperdayai saudaranya berbuat tidak pantas, ia harus melakukan semua yang dapat dilakukannya untuk memulihkan saudaranya itu. Mungkin Salomo memanggil rakyatnya untuk berkumpul bersama-sama, seperti yang sudah dilakukannya pada penahbisan Bait Allah (1Raj. 8:2), demikian pula sekarang pada penahbisan kembali dirinya sendiri. Dalam perkumpulan sebelumnya ia memimpin sebagai juru bicara rakyat kepada Allah dalam doa (ay. 12), sementara dalam perkumpulan ini sebagai juru bicara Allah kepada mereka dalam khotbah. Allah dengan Roh-Nya menjadikan dia sebagai seorang pengkhotbah, sebagai pertanda bahwa dia sudah didamaikan dengan-Nya. Penugasan adalah pengampunan yang tak terucapkan. Kristus memberikan kesaksian yang cukup bahwa Ia telah mengampuni Petrus dengan memercayakan domba-domba-Nya kepadanya. Camkanlah, orang-orang yang bertobat harus menjadi pengkhotbah. Orang-orang yang sudah mendapat dan belajar dari peringatan untuk berbalik dan hidup, mereka sendiri harus memberikan peringatan kepada orang lain untuk tidak meneruskan jalannya dan mati. Jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu. Para pengkhotbah harus menjadi jiwa-jiwa yang berkhotbah, sebab hanya yang timbul dari dalam hatilah yang besar kemungkinan akan sampai ke hati. Paulus melayani Allah dengan segenap hatinya dalam pemberitaan Injil Anak-Nya (Rm. 1:9).
- 2. Anak Daud. Dipakainya gelar ini oleh Salomo untuk menyiratkan,
- (1) Bahwa ia memandang sebagai kehormatan besar menjadi anak dari orang yang begitu baik, dan menghargai dirinya dengan tinggi karena mendapat kehormatan ini.
- (2) Bahwa ia juga memandang sebagai hal yang sangat memperparah dosanya karena ia memiliki ayah seperti itu, yang telah memberinya pendidikan yang baik dan memanjatkan banyak doa yang baik untuknya. Hatinya teriris memikirkan bahwa ia sampai menjadi cela dan aib bagi nama dan keluarga dari orang seperti Daud. Sangat parahlah dosa Yoyakim sebab ia adalah anak Yosia (Yer. 22:15-17).
- (3) Bahwa dengan menjadi anak Daud, hal itu mendorongnya untuk bertobat dan mengharapkan belas kasihan, sebab Daud sudah jatuh ke dalam dosa, yang melaluinya Salomo seharusnya belajar dari peringatan untuk tidak berdosa, tetapi ternyata tidak. Tetapi Daud bertobat, dan dalam hal ini Salomo mengambil contoh darinya dan mendapatkan belas kasihan seperti yang didapatkan Daud. Namun ini belum semuanya. Ia adalah anak Daud yang tentangnya Allah sudah berkata bahwa meskipun Ia akan membalas pelanggaran mereka dengan gada, namun Ia tidak akan melanggar perjanjian-Nya dengan Daud (Mzm. 89:35). Kristus, sang pengkhotbah agung, adalah Anak Daud.
- 3. Raja Yerusalem. Ini disebutkannya,
- (1) Sebagai hal yang sangat memperparah dosanya. Dia adalah seorang raja. Allah telah berbuat banyak untuknya, dalam mengangkatnya ke atas takhta, namun ia membalas budi dengan demikian jahat kepada-Nya. Martabatnya membuat contoh buruk dan pengaruh dosanya semakin berbahaya, dan banyak orang akan mengikuti jalan-jalannya yang merusak. Terutama karena ia adalah raja Yerusalem, kota suci, yang di dalamnya terletak Bait Allah, dan yang dia bangun sendiri juga, yang di dalamnya ada para imam, hamba-hamba Tuhan, dan para nabi-Nya yang telah mengajarinya hal-hal yang lebih baik.
- (2) Sebagai hal yang dapat memberikan sedikit banyak keuntungan kepada apa yang ditulisnya, sebab titah raja berkuasa. Ia tidak menganggap bahwa akan merendahkannya, sebagai raja, untuk menjadi seorang pengkhotbah. Sebaliknya, orang-orang akan lebih mengindahkannya sebagai pengkhotbah karena ia adalah seorang raja. Kalau saja orang-orang yang terhormat mau bersedia berbuat baik, betapa besar kebaikan yang dapat mereka lakukan! Salomo tampak agung di atas mimbar, sambil mengkhotbahkan kesia-siaan dunia, sama agungnya seperti ketika di atas takhta gadingnya, sambil menghakimi.
- Terjemahan bahasa Aram (yang, dalam kitab ini, memberikan tambahan yang sangat banyak kepada naskahnya, atau yang memberikan keterangan atasnya, di sepanjang kitab ini) memberikan penjelasan ini tentang Salomo yang menulis kitab ini. Bahwa melalui roh nubuatan ia melihat pemberontakan dari sepuluh suku terhadap anaknya, dan, seiring berjalannya waktu, kehancuran Yerusalem dan tempat kudus, serta pembuangan bangsa Yahudi. Dengan melihat itu ia berkata, kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia. Dan pada nubuatan itulah ia banyak membuat rujukan dalam kitab ini.
- II. Tujuan umum dan maksud dari kitab ini. Apa yang hendak dikatakan oleh pengkhotbah rajawi ini? Apa yang menjadi tujuannya adalah, supaya kita menjadi benar-benar saleh, untuk menurunkan penilaian berlebihan kita dan harapan kita terhadap perkara-perkara dunia ini. Untuk mencapai tujuan ini, ia menunjukkan,
- 1. Bahwa segala sesuatu adalah sia-sia (ay. 2). Ini adalah pokok pikiran yang ditetapkannya dan berusaha dibuktikannya: Kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia. Ini bukan tulisan baru. Daud, ayahnya, sudah berbicara lebih dari satu kali untuk maksud yang sama. Kebenaran yang ditegaskan di sini sendiri adalah, bahwa segala sesuatu adalah sia-sia, segala sesuatu selain Allah dan yang dianggap terpisah dari-Nya, semua hal dari dunia ini, semua pekerjaan dan kenikmatan duniawi, semuanya dari dunia (1Yoh. 2:16), semua yang menyenangkan bagi indra-indra kita dan bagi angan-angan kita dalam keadaan sekarang ini, yang membawa kesenangan bagi diri kita sendiri atau nama baik di mata orang lain. Semua itu sia-sia, bukan hanya dalam penyalahgunaannya, ketika semua itu diselewengkan oleh dosa manusia, melainkan juga bahkan dalam penggunaannya. Manusia, jika dipertimbangkan dengan merujuk pada hal-hal ini, adalah kesia-siaan (Mzm. 39:6-7), dan, seandainya tidak ada kehidupan lain sesudah ini, diciptakan dengan sia-sia (Mzm. 89:48). Dan semua kesenangan itu, jika dipertimbangkan dengan merujuk pada manusia (apa pun kesenangan-kesenangan itu dalam dirinya sendiri), adalah kesia-siaan. Semua kesenangan itu tidak ada hubungannya dengan jiwa, asing, dan tidak menambahkan apa-apa kepadanya. Semua kesenangan itu tidak memenuhi tujuan, atau memberikan suatu kepuasan yang sejati. Semua kesenangan itu tidak pasti dalam kelanjutannya, memudar, lenyap, dan akan berlalu, dan pasti akan memperdaya dan mengecewakan orang-orang yang menaruh keyakinan padanya. Oleh sebab itu, janganlah kita mencintai yang sia-sia (Mzm. 4:3), atau menyerahkan diri kita kepadanya (Mzm. 24:4), sebab kita hanya akan melelahkan diri kita sendiri (Hab. 2:13). Hal ini diungkapkan di sini dengan sangat tegas. Bukan saja, segala sesuatu sia-sia, melainkan juga pada dasarnya, segala sesuatu adalah kesia-siaan. Seolah-olah kesia-siaan adalah proprium quarto modo – ciri yang keempat , dari hal-hal dunia ini, yang masuk menjadi kodratnya. Semuanya itu bukan saja kesia-siaan, melainkan juga kesia-siaan belaka (KJV: kesia-siaan dari semua kesia-siaan), kesia-siaan yang paling sia-sia, kesia-siaan yang setinggi-tingginya, hanya kesia-siaan belaka, kesia-siaan yang sedemikian rupa hingga menjadi penyebab dari sangat banyak kesia-siaan. Dan kesia-siaan ini berlipat ganda lagi, karena perkaranya pasti dan tidak bisa dibantah, segala sesuatu adalah kesia-siaan belaka. Ini menyiratkan bahwa hati orang bijak ini sepenuhnya diyakinkan dan sangat tergerak oleh kebenaran ini, dan bahwa ia sangat ingin supaya orang lain diyakinkan dan tergerak olehnya, seperti dirinya. Tetapi ia mendapati orang pada umumnya sangat enggan memercayainya dan merenungkannya (Ayb. 33:14). Hal itu juga menyiratkan bahwa kita tidak bisa memahami dan mengungkapkan kesia-siaan dunia ini. Tetapi siapakah gerangan yang berbicara tentang dunia dengan begitu meremehkannya? Apakah dia orang yang akan memegang teguh apa yang dia katakan? Ya, ia mempertaruhkan namanya untuk itu – kata pengkhotbah. Apakah dia seorang hakim yang cakap? Ya, secakap siapa saja. Banyak orang berbicara tentang dunia dengan merendahkannya karena mereka adalah para petapa, dan tidak mengenalnya, atau para pengemis, dan tidak memilikinya. Tetapi Salomo mengenalnya. Ia sudah menyelami kedalaman-kedalaman alam (1Raj. 4:33), dan ia memiliki dunia, mungkin lebih daripada yang pernah dimiliki siapa saja. Kepalanya penuh dengan gagasan-gagasan tentangnya dan perutnya penuh dengan harta yang tersembunyi (Mzm. 17:14, KJV), dan ia menjatuhkan penghakiman ini atasnya. Tetapi apakah dia berbicara seperti orang yang berwenang? Ya, bukan hanya wewenang seorang raja, melainkan juga wewenang seorang nabi, seorang pengkhotbah. Ia berbicara dalam nama Allah, dan diilhami oleh Allah untuk mengatakannya. Tetapi tidakkah ia mengatakannya dalam ketergesa-gesaannya, atau dalam amarah, karena mengalami suatu kekecewaan tertentu? Tidak, ia mengatakannya dengan sengaja, mengatakannya dan membuktikannya, menetapkannya sebagai sebuah pegangan yang mendasar, yang di atasnya ia membangun alasan betapa pentingnya hidup saleh. Dan, seperti menurut sebagian orang, satu hal utama yang dirancangnya adalah untuk menunjukkan bahwa takhta dan kerajaan kekal yang telah dijanjikan Allah melalui Natan kepada Daud dan keturunannya pastilah takhta dan kerajaan dari dunia lain. Sebab segala sesuatu di dunia ini tunduk pada kesia-siaan, dan karena itu tidak memiliki dalam dirinya apa yang cukup untuk memenuhi luasnya janji itu. Jika Salomo mendapati segala sesuatu sebagai kesia-siaan, maka harus datang kerajaan Mesias, yang di dalamnya kita akan mewarisi sesuatu yang sejati.
- 2. Bahwa segala sesuatu di dunia ini tidak cukup untuk membuat kita bahagia. Dan untuk ini ia berseru kepada hati nurani manusia: Apakah gunanya manusia berusaha dengan jerih payah? (ay. 3). Amatilah di sini,
- (1) Urusan dunia ini digambarkan. Urusan dunia ini adalah jerih payah. Kata itu menandakan baik perhatian maupun kerja keras. Urusan dunia ini adalah pekerjaan yang melelahkan manusia. Keletihan selalu menyertai urusan duniawi. Urusan dunia ini adalah berjerih payah di bawah matahari. Ini adalah ungkapan khas dari kitab ini, yang kita jumpai sebanyak dua puluh delapan kali. Ada dunia di atas matahari, dunia yang tidak memerlukan matahari, sebab kemuliaan Allah adalah terangnya, di mana ada pekerjaan tanpa jerih payah dan dengan keuntungan yang besar, pekerjaan para malaikat. Tetapi Salomo berbicara tentang pekerjaan di bawah matahari, yang rasa sakitnya besar dan keuntungannya sedikit. Pekerjaan itu di bawah matahari, di bawah pengaruh matahari, melalui terang dan panasnya. Sama seperti kita mendapat manfaat dari terang siang hari, demikian pula ada kalanya kita bekerja berat sehari suntuk dan menanggung panas terik matahari (Mat. 20:12), dan oleh sebab itu dengan berpeluh kita akan mencari makanan kita. Dalam kuburan yang gelap dan dingin orang-orang yang lelah beristirahat.
- (2) Manfaat dari pekerjaan yang dipertanyakan: Apakah gunanya manusia berusaha dengan jerih payah? Salomo berkata (Ams. 14:23), dalam tiap jerih payah ada keuntungan. Namun di sini ia menyangkal bahwa ada keuntungan. Berkenaan dengan keadaan kita sekarang di dunia, memang benar bahwa dengan bekerja kita mendapat apa yang kita sebut keuntungan. Kita memakan hasil jerih payah tangan kita. Akan tetapi, sama seperti kekayaan dunia biasa disebut sebagai harta benda, namun kekayaan itu adalah apa yang lenyap (Ams. 23:5), demikian pula kekayaan itu disebut keuntungan, tetapi pertanyaannya adalah, apakah itu benar-benar demikian atau tidak. Dan di sini ia menyatakan bahwa itu tidak demikian, bahwa itu bukan keuntungan yang sesungguhnya, bahwa itu bukan keuntungan yang benar-benar ada. Singkatnya, kekayaan dan kesenangan dunia ini, seandainya pun kita memilikinya dengan begitu banyak, tidak cukup untuk membuat kita bahagia, tidak pula keduanya akan menjadi bagian untuk kita.
- [1] Berkenaan dengan tubuh, dan kehidupan yang sekarang, apakah gunanya manusia berusaha dengan jerih payah? Hidup manusia tidaklah tergantung dari pada kekayaannya (Luk. 12:15). Seiring bertambahnya barang, bertambah pula kekhawatiran tentangnya, dan bertambah pula orang-orang yang menghabiskannya, dan satu hal kecil saja akan membuat pahit semua penghiburannya. Jadi apakah gunanya segala jerih payah manusia? Bangun pagi-pagi, tetapi tidak pernah lebih dekat dengan tujuan.
- [2] Berkenaan dengan jiwa, dan kehidupan yang akan datang, kita bisa berkata dengan jauh lebih benar, apakah gunanya manusia berusaha dengan jerih payah? Semua yang didapatnya dari jerih payahnya tidak akan memenuhi kebutuhan-kebutuhan jiwa, tidak pula memuaskan keinginan-keinginannya, tidak akan menebus dosa jiwa, atau menyembuhkan penyakit-penyakitnya, tidak pula akan mengganti kehilangannya. Apakah gunanya jerih payah manusia bagi jiwanya dalam kematian, dalam penghakiman, atau dalam kehidupan kekal? Buah dari jerih payah kita dalam perkara-perkara sorgawi adalah makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, tetapi buah dari jerih payah kita untuk dunia hanyalah makanan yang akan dapat binasa.
SH: Pkh 1:1-18 - Kesia-siaan dalam dunia. (Senin, 25 Mei 1998) Kesia-siaan dalam dunia.
Pengkhotbah adalah seorang yang merenungkan secara mendalam arti hidup manusia dari mengamati berbagai peristiwa yang terjad...
Kesia-siaan dalam dunia.
Pengkhotbah adalah seorang yang merenungkan secara mendalam arti hidup manusia dari mengamati berbagai peristiwa yang terjadi di bawah matahari (ayat 14). Ia tiba pada kesimpulan yang mengejutkan. Semuanya sia-sia. Kata yang digunakannya berarti hampa, sesuatu yang tanpa bobot seperti angin. Dengan menyebut kata itu dua kali (ayat 2) ia sungguh menegaskan bahwa hidup ini amat sangat sia-sia. Manusia lahir lalu mati, demikian seterusnya. Hari lepas hari lewat, berbagai peristiwa alam bergulir rutin. Semuanya berulang tanpa makna.
Sia-siakah hidup kita? Segala sesuatu yang ada di dunia ini, yang mungkin kita bangga-banggakan, kita agungkan, dan usahakan serta pertahankan adalah sia-sia. Bukan saja rutinitas peristiwa alam membuatnya menyimpulkan kesia-siaan hidup, semua kerja, kekayaan, hikmat yang boleh manusia alami pun sia-sia saja. Apa maksud pengkhotbah sebenarnya? Pengkhotbah bukan meremehkan arti penciptaan Allah, akan tetapi ingin menghancurkan semua harapan palsu manusia pada dunia ini atau diri sendiri. Ia ingin menyadarkan kita bahwa segala sesuatu hanya akan berarti bila dalam iman kepada Allah.
Renungkan: Semua yang ada dalam alam dan hidup ini berasal dari Tuhan dan terkandung maksud Tuhan dalam masing-masingnya. Hanya bila ada kesadaran ini, hidup bermakna.
SH: Pkh 1:1-18 - Arti hidup (Rabu, 29 September 2004) Arti hidup
Ada sebuah kisah tentang seorang misionaris tua yang pada masa
mudanya mengembara ke berbagai negara di dunia ini untuk
menemuka...
Arti hidup
Ada sebuah kisah tentang seorang misionaris tua yang pada masa mudanya mengembara ke berbagai negara di dunia ini untuk menemukan arti hidupnya. Akan tetapi, ia tidak memperoleh arti hidup yang dicarinya itu, sebaliknya ia justru "ditemukan" oleh Tuhan. Pada waktu Tuhan menemukannya misionaris itu pun mendapatkan arti hidupnya. Sekarang ia melayani Tuhan dan mendapati bahwa sebenarnya, arti kehidupan adalah jika kita berjalan dalam kehendak Allah.
Raja Solomo yang diyakini banyak penafsir Alkitab sebagai penulis kitab Pengkhotbah (ayat 1,12) menyatakan bahwa semua kegiatan manusia dan "gerakan" alam di dunia adalah kesia-siaan karena peristiwa itu merupakan aktivitas berulang yang membosankan (ayat 3-7). Bahkan isi hikmat dan ajaran pengetahuan dunia ini merupakan pengulangan dari ilmu yang pernah ada sebelumnya dan yang pada akhirnya akan dilupakan (ayat 9-11). Menurut Raja Salomo hal ini menunjukkan bahwa sesuatu yang mulia seperti hikmat dan pengetahuan dunia sekalipun tetap merupakan kesia-siaan dan tak dapat memahami hidup (ayat 8,18).
Kita perlu mengerti adanya keterbatasan-keterbatasan dalam hidup ini yang tidak mampu kita hindari, seperti kematian, proses menjadi tua, dsb. Maka kita pun harus mengetahui apa yang dapat kita kerjakan untuk dicapai dalam kehidupan ini. Kita mungkin beranggapan bahwa kesuksesan, kekayaan, kesehatan, paras cantik/tampan, kepintaran dan ketenaran dapat memberi kita kebahagiaan dan kepuasan dalam hidup ini. Namun, pandangan ini tidak selalu tepat sebab semua hal tersebut mungkin memberikan kita kelimpahan materi dan status sosial di masyarakat, tetapi belum tentu menghasilkan kebahagiaan dan kepuasan hidup yang benar. Sebaliknya, Tuhan Yesus menjanjikan damai sejahtera dan berkat yang "membuahkan" kebahagiaan serta arti hidup yang sesungguhnya, tersedia bagi siapa saja yang mau menerima-Nya dalam kehidupan ini (Yoh. 10:10).
Renungkan: Menikmati hidup tanpa Tuhan akan berakhir dengan kesia-siaan, sedangkan menjalaninya bersama Tuhan memperoleh damai.
SH: Pkh 1:1-18 - Hidup Singkat yang Dilupakan (Jumat, 25 November 2016) Hidup Singkat yang Dilupakan
Banyak orang sering kali salah paham dengan Kitab Pengkhotbah. Mereka berpikir bahwa kitab tersebut menggambarkan kesia-...
Hidup Singkat yang Dilupakan
Banyak orang sering kali salah paham dengan Kitab Pengkhotbah. Mereka berpikir bahwa kitab tersebut menggambarkan kesia-siaan hidup manusia yang jauh dari Tuhannya. Karena itu, Pengkhotbah sudah menegaskan bahwa segala sesuatu itu sia-sia. Dalam hal ini, kata "sia-sia" diterjemahkan dari kata "hebel", yang dipahami sebagai kesia-siaan atau sesuatu yang singkat seperti hembusan nafas (bdk. nama Habel).
Pengkhotbah merenungkan apa yang telah dikisahkan dalam Kitab Kejadian 3:17-19. Dalam benaknya ia berpikir apa gunanya manusia berjerih payah di bawah matahari jika kehidupannya sangat singkat atau fana (hebel) yang pada akhirnya manusia akan mati (Pkh. 1:2-3)? Kehidupan di bawah matahari adalah kehidupan di dunia yang penuh dengan ketidakadilan dan kesulitan. Hal itu disebabkan oleh ketidaktaatan manusia kepada kehendak Allah yang mengakibatkan kejatuhannya dalam dosa. Namun, berbeda sekali dengan kehidupan di surga di mana semua makhluk melakukan kehendak Allah (bdk. Mat. 6:10 "Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga").
Penekanan pada kefanaan hidup terlihat pada ayat 4 yang mengontraskan manusia yang pergi dan datang (di sini kata "pergi" lebih dulu ditekankan daripada kata "datang") dengan bumi yang tetap ada (4). Kondisi bumi digambarkan sebagai matahari terbenam dan akan terbit kembali (5), angin yang terus berputar kembali ke tempat yang sama (6), dan sungai yang terus mengalir (7). Walau bumi tetap ada, segala sesuatu pasti membosankan karena semua bergerak monoton (8), membuat mata tidak puas melihat dan telinga tidak puas mendengar. Tingkah laku manusia selalu sama dan tidak ada yang baru (9-10). Yang lebih menyedihkan adalah singkatnya hidup manusia membuat dirinya dilupakan setelah mati - "kenangan-kenangan dari masa lampau tidak ada" (11).
Apakah seperti Pengkhotbah kita juga takut segala yang dikerjakan akan dilupakan? Jika ya, marilah kita datang kepada Tuhan untuk mencari jawaban tentang arti hidup kita. [IT]
SH: Pkh 1:1-11 - Sia-sia dan Menjemukan (Senin, 22 Juni 2020) Sia-sia dan Menjemukan
Pengkhotbah menyebut segala sesuatu adalah sia-sia. Untuk memahami kata "sia-sia" yang digunakan Pengkhotbah, kita didorong un...
Sia-sia dan Menjemukan
Pengkhotbah menyebut segala sesuatu adalah sia-sia. Untuk memahami kata "sia-sia" yang digunakan Pengkhotbah, kita didorong untuk melihat seluruh kehidupan kita. Berapa banyak waktu, materi, dan tenaga yang kita gunakan untuk mengontrol hidup kita? Berapa banyak kegagalan yang kita alami? Kebalikan dari keinginan kita, hanya sedikit hal-hal yang bisa kita kendalikan. Pada akhirnya kita hanya bisa pasrah dan berseru, "Sia-sia!"
Demikian juga dengan kata "menjemukan". Pengkhotbah mengungkapkan bahwa banyak hal yang dilakukan manusia tidak pernah memuaskan mata dan telinga (8). Tidak terbantahkan bahwa banyak orang menghabiskan waktu, tenaga, dan berbagai sumber daya dari Tuhan, tetapi berujung pada kematian juga. Apa yang telah dicapai manusia, akhirnya tidak dapat dinikmati lagi karena datangnya kematian. Satu generasi mati dan digantikan generasi berikutnya, namun tidak ada yang tersisa. Kenangan pun tidak ada, karena tidak ada yang mengingat dan mengenang mereka (11).
Pandangan pesimis Pengkhotbah juga menggambarkan manusia di masa sekarang ini. Banyak orang bersikap pesimis dalam hidup dan tidak mempunyai harapan. Bagi manusia seperti ini semuanya terasa membosankan, bahkan memuakkan.
Perikop ini mengarahkan kita untuk menghargai apa yang Allah anugerahkan. Ada peringatan keras bagi kita yang berusaha mengambil alih kendali hidup. Kita mesti mengakui bahwa itu semua berada dalam kendali Tuhan, bukan kita. Peringatan ini menjadi alasan bagi kita untuk mengalami pertobatan dan pembaruan cara hidup. Apakah hidup kita akan sia-sia atau menjemukan, kita sendirilah yang memilih jalannya.
Jika hidup adalah anugerah Tuhan, maka cara hidup yang benar adalah menerimanya dengan rendah hati dan menjalankannya dengan setia kepada Tuhan. Kita bersyukur atas anugerah yang diberikan Tuhan dalam hidup kita. Mari kita mengelola hidup dengan tulus dan sungguh-sungguh sehingga hasilnya tidak menjadi sia-sia. [TMP]
buka semuaPendahuluan / Garis Besar
Full Life: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) Penulis : Salomo
Tema : Kesia-Siaan Hidup yang Terlepas dari Allah
Tanggal Penulisan: + 935 SM
Latar Belakang
Judul kitab ini ...
Penulis : Salomo
Tema : Kesia-Siaan Hidup yang Terlepas dari Allah
Tanggal Penulisan: + 935 SM
Latar Belakang
Judul kitab ini di dalam PL Ibrani adalah _qoheleth_ (dari kata Ibr. _qahal_ -- berkumpul); secara harfiah artinya "orang yang mengadakan dan berbicara kepada suatu perkumpulan." Kata ini dipakai 7 kali dalam kitab ini (Pengkh 1:1,2,12; Pengkh 7:27; Pengkh 12:8-10) dan diterjemahkan sebagai "Pengkhotbah". Di dalam Septuaginta padanan katanya ialah _ekklesiastes_ yang menghasilkan judul _Ecclesiastes_ dalam Alkitab Inggris. Karena itu seluruh kitab ini merupakan serangkaian ajaran oleh seorang pengkhotbah yang terkenal.
Pada umumnya dipercayai bahwa penulisnya adalah Salomo, sekalipun namanya tidak muncul di dalam kitab ini, seperti dalam kitab Amsal (mis. Ams 1:1; Ams 10:1; Ams 25:1) dan Kidung Agung (bd. Kid 1:1). Akan tetapi, beberapa bagian mengesankan Salomo selaku penulis.
- (1) Penulis menyebutkan dirinya sebagai anak Daud, raja di Yerusalem (Pengkh 1:1,12).
- (2) Ia menyebut dirinya pemimpin yang paling bijaksana dari umat Allah (Pengkh 1:16) dan penggubah banyak amsal (Pengkh 12:9).
- (3) Kerajaannya dikenal karena kekayaan dan kemuliaan yang berlimpah-limpah (Pengkh 2:4-9).
Semua unsur ini cocok dengan gambaran alkitabiah mengenai Raja Salomo (bd. 1Raj 2:9; 1Raj 3:12; 1Raj 4:29-34; 1Raj 5:12; 1Raj 10:1-8). Lagi pula, kita tahu bahwa Salomo kadang-kadang mengumpulkan sejumlah orang Israel dan berceramah kepada mereka (mis. 1Raj 8:1). Tradisi Yahudi menyebut Salomo sebagai penulis kitab ini. Pada pihak lain, kenyataan bahwa namanya tidak tercantum dalam kitab ini (seperti halnya dalam kedua kitab lainnya) bisa memberi kesan bahwa orang lain terlibat dalam menyusun kitab ini. Sebaiknya kita memandang kitab ini sebagai ditulis oleh Salomo, tetapi mungkin dikumpulkan dan disusun dalam bentuknya yang sekarang oleh seorang lain, serupa dengan cara beberapa bagian kitab Amsal disusun (bd. Ams 25:1).
Secara liturgis kitab ini menjadi salah satu di antara lima gulungan dari bagian ketiga Alkitab Ibrani, yaitu _Hagiographa_ ("Tulisan-Tulisan Kudus"), yang masing-masing dibacakan di hadapan umum pada salah satu hari raya Yahudi. Pengkhotbah dibacakan pada Hari Raya Pondok Daun.
Tujuan
Menurut tradisi Yahudi, Salomo menulis Kidung Agung ketika masih berusia muda, Amsal pada usia setengah tua dan kitab Pengkhotbah pada tahun-tahun akhir hidupnya. Pengaruh yang bertumpuk dari kemerosotan rohani, penyembahan berhala, dan hidup memuaskan-dirinya pada akhirnya membuat Salomo kecewa dengan kesenangan dan materialisme sebagai cara untuk mencapai kebahagiaan. Kitab Pengkhotbah mencatat renungan-renungan sinisnya tentang kesia-siaan dan kehampaan usaha menemukan kebahagiaan hidup terlepas dari Allah dan Firman-Nya. Ia telah mengalami kekayaan, kuasa, kehormatan, ketenaran, dan kesenangan sensual -- semua secara melimpah -- namun semua itu akhirnya merupakan kehampaan dan kekecewaannya saja, "Kesia-siaan belaka! Kesia-siaan belaka! ... segala sesuatu adalah sia-sia" (Pengkh 1:2). Tujuan utamanya dalam menulis Pengkhotbah mungkin adalah menyampaikan semua penyesalan dan kesaksiannya kepada orang lain sebelum ia wafat, khususnya kepada kaum muda, supaya mereka tidak melakukan kesalahan yang sama seperti dirinya. Ia membuktikan untuk selama-lamanya kesia-siaan melandaskan nilai-nilai kehidupan seorang pada harta benda duniawi dan ambisi pribadi. Sekalipun orang muda harus menikmati masa muda mereka (Pengkh 11:9-10), adalah lebih penting untuk mengabdikan diri kepada Sang Pencipta (Pengkh 12:1) dan membulatkan tekad untuk takut akan Allah dan berpegang pada perintah-perintah-Nya (Pengkh 12:13-14); itulah satu-satunya jalan untuk menemukan makna hidup ini.
Survai
Sulit untuk memberikan analisis yang teratur dari isi kitab Pengkhotbah; tidak ada garis besar yang dengan mudah merangkum semua ayat dan alinea. Dalam beberapa hal, Pengkhotbah mirip dengan petikan-petikan dari catatan harian pribadi seorang ahli filsafat selama tahun-tahun terakhir yang penuh kekecewaan dari hidupnya. Ia memulai kitab ini dengan menyatakan tema pokoknya bahwa seluruh kehidupan ini tak berarti dan serupa dengan menjaring angin (Pengkh 1:1-11). Bagian utama yang pertama dari kitab ini khususnya berhubungan dengan riwayat hidupnya; Salomo melukiskan berbagai segi hidupnya yang sangat mementingkan diri dalam segenap kemakmuran, kesenangan, dan keberhasilan duniawi (Pengkh 1:12--2:23). Usaha memperoleh kebahagiaan melalui cara-cara ini baginya telah berakhir dengan ketidakpuasan dan kehampaan. Bagian terbesar kitab ini berisi rangkaian pikiran acak-acakan yang menggarisbawahi kesia-siaan dan kebingungan dari kehidupan yang tidak berpusat pada Allah. Hidup "di bawah matahari" (frasa yang terdapat 29 kali di dalam kitab ini) adalah hidup yang dilihat dari mata orang yang tidak tertebus dan bercirikan ketidakadilan, ketidakpastian, dan perubahan-perubahan tidak terduga dari nasib, serta pelanggaran-pelanggaran keadilan. Salomo hanya dapat menemui makna pokok hidup ini ketika memandang "di atas matahari" kepada Allah. Mencari kesenangan adalah dangkal dan bodoh; masa muda seseorang terlalu singkat dan kehidupan ini terlalu cepat berlalu untuk dihabiskan secara serampangan. Hidup yang tak menentu dan pastinya kematian menyebabkan Salomo bersikap sinis terhadap maksud dan jalan Allah. Kitab ini ditutup dengan menasihati kaum muda untuk mengingat Allah ketika masih muda, supaya mereka tidak menjadi tua dengan penyesalan pahit dan tugas menyedihkan untuk mempertanggungjawabkan hidup yang disia-siakan kepada Allah.
Ciri-ciri Khas
Lima ciri utama menandai kitab ini.
- (1) Kitab ini sifatnya sangat pribadi, penulis sering kali memakai kata ganti "aku" sepanjang sepuluh pasal pertama.
- (2) Melalui sikap pesimisme penulis, kitab ini menyatakan bahwa hidup yang terpisah dari Allah itu tidak menentu dan penuh dengan kesia-siaan (istilah "sia-sia" terdapat 37 kali dalam kitab ini). Dengan sinis Salomo mengamati pelbagai paradoks dan kebingungan dalam hidup ini (lih. mis. Pengkh 2:23 dan Pengkh 2:24; Pengkh 8:12 dan Pengkh 8:13; Pengkh 7:3 dan Pengkh 8:15).
- (3) Inti nasihat Salomo di dalam kitab ini terdapat di dalam dua ayat terakhir, "Takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang" (Pengkh 12:13-14).
- (4) Gaya penulisan kitab ini terputus-putus; kosakata dan susunan kalimatnya termasuk bahasa Ibrani yang paling sulit dalam PL dan tidak mudah untuk menggolongkannya dalam masa sastra Ibrani tertentu.
- (5) Kitab ini berisi alegori yang paling indah dalam Alkitab mengenai seorang yang makin tua (Pengkh 12:2-7).
Penggenapan Dalam Perjanjian Baru
Sekalipun hanya satu bagian Pengkhotbah yang kelihatan dikutip dalam PB (Pengkh 7:20 dalam Rom 3:10, mengenai universalitas dosa), namun tampaknya ada beberapa rujukan yang tak langsung: Pengkh 3:17; Pengkh 11:9; Pengkh 12:14, dalam Mat 16:27; Rom 2:6-8; 2Kor 5:10; 2Tes 1:6-7; dan Pengkh 5:14 dalam 1Tim 6:7. Kesimpulan penulis tentang kesia-siaan mencari harta duniawi diulang oleh Yesus ketika Ia mengatakan
- (1) bahwa kita hendaknya jangan mengumpulkan harta di dunia ini (Mat 6:19-21,24), dan
- (2) bahwa tidak ada gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya (Mat 16:26).
Tema kitab ini, yaitu hidup tanpa Allah adalah sia-sia dan tanpa arti, mempersiapkan panggung untuk berita kasih karunia PB: sukacita, keselamatan, dan hidup kekal hanya diterima sebagai karunia dari Allah (bd. Yoh 10:10; Rom 6:23).
Dengan berbagai cara, kitab ini mempersiapkan jalan untuk penyataan PB dengan cara terbalik. Acuan yang sering kepada kesia-siaan hidup dan kepastian kematian mempersiapkan pembacanya untuk jawaban Allah terhadap kematian dan penghukuman yaitu, hidup kekal melalui Yesus Kristus. Karena orang PL yang paling bijaksana tidak sanggup menemukan jawaban yang memuaskan bagi aneka persoalan hidup melalui pencarian kesenangan yang mementingkan diri, kekayaan, dan pengumpulan pengetahuan, kita harus mencari jawaban tersebut di dalam Dia yang oleh PB disebut "lebih daripada Salomo" (Mat 12:42), yaitu Yesus Kristus sebab di dalam-Nya "tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan" (Kol 2:3).
Full Life: Pengkhotbah (Garis Besar) Garis Besar
Judul
(Pengkh 1:1)
I. Pendahuluan: Kesia-Siaan Hidup Pada Umumnya
(Pengkh 1:2-11)
II. Kesia-Siaan Hidup Mement...
Garis Besar
- Judul
(Pengkh 1:1) - I. Pendahuluan: Kesia-Siaan Hidup Pada Umumnya
(Pengkh 1:2-11) - II. Kesia-Siaan Hidup Mementingkan Diri yang Dilukiskan
dari Pengalaman Pribadi
(Pengkh 1:12-2:26) - A. Kesia-Siaan Hikmat dan Filsafat Manusia
(Pengkh 1:12-18) - B. Kehampaan Kesenangan dan Kekayaan
(Pengkh 2:1-11) - C. Kesia-Siaan Prestasi Besar
(Pengkh 2:12-17) - D. Ketidakadilan Kerja Keras
(Pengkh 2:18-23) - E. Kesimpulan: Kenikmatan Hanya Berasal dari Allah
(Pengkh 2:24-26) - III.Berbagai Pengamatan Tentang Pengalaman Hidup
(Pengkh 3:1-11:6) - A. Aneka Perspektif Terhadap Tatanan Ciptaan
(Pengkh 3:1-22) - 1. Suatu Waktu Diciptakan untuk Segala Sesuatu
(Pengkh 3:1-8) - 2. Keindahan Penciptaan
(Pengkh 3:9-14) - 3. Allah adalah Hakim Segala Sesuatu
(Pengkh 3:15-22) - B. Berbagai Pengalaman Hidup yang Sia-Sia
(Pengkh 4:1-16) - 1. Mengalami Penindasan
(Pengkh 4:1-3) - 2. Persaingan dalam Bekerja
(Pengkh 4:4-6) - 3. Tidak Mempunyai Teman
(Pengkh 4:7-12) - 4. Lalai Menerima Nasihat
(Pengkh 4:13-16) - C. Aneka Peringatan Kepada Pembaca
(Pengkh 5:1-6:12) - 1. Mengenai Menghampiri Allah
(Pengkh 5:1-5:7) - 2. Mengenai Pengumpulan Kekayaan
(Pengkh 5:7-5:19) - 3. Mengenai Hidup dan Mati
(Pengkh 6:1-12) - D. Serbaneka Amsal-Amsal Hikmat
(Pengkh 7:1-8:1) - E. Masalah-Masalah Keadilan
(Pengkh 8:2-9:12) - 1. Ketaatan Kepada Raja
(Pengkh 8:2-8) - 2. Kejahatan dan Hukumannya
(Pengkh 8:9-13) - 3. Masalah Keadilan Sejati
(Pengkh 8:14-17) - 4. Keadilan Akhir bagi Semua Orang
(Pengkh 9:1-6) - 5. Kemanjuran Iman
(Pengkh 9:7-12) - F. Serbaneka Amsal Lagi Tentang Hikmat
(Pengkh 9:13-11:6) - IV. Nasihat-Nasihat Penutup
(Pengkh 11:7-12:14) - A. Bersukacitalah pada Masa Mudamu
(Pengkh 11:7-10) - B. Ingatlah Allah pada Masa Mudamu
(Pengkh 12:1-8) - C. Berpautlah pada Satu Kitab
(Pengkh 12:9-12) - D. Takutlah Akan Allah dan Berpeganglah pada Perintah-Perintah-Nya
(Pengkh 12:13-14)
Matthew Henry: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab)
Kita masih berada di antara orang-orang Salomo yang berbahagia, yaitu hamba-hambanya yang berbahagia, yang senantiasa berdiri di hadapannya untuk m...
- Kita masih berada di antara orang-orang Salomo yang berbahagia, yaitu hamba-hambanya yang berbahagia, yang senantiasa berdiri di hadapannya untuk mendengarkan hikmatnya. Hamba-hambanya itu merupakan orang-orang pilihan, yang terpilih untuk secara langsung mendengar semua aturan hikmat Salomo, yang diperoleh Salomo secara langsung melalui ilham ilahi. Aturan-aturan hikmatnya itu disampaikan sekarang kepada kita, bukan untuk didengar, seperti oleh hamba-hambanya itu, yang hanya satu kali mendengar, dan kemudian cenderung dimengerti secara keliru atau dilupakan, dan dengan diulang-ulang kehilangan keindahannya. Aturan-aturan hikmatnya itu disampaikan kepada kita untuk dibaca, diulas kembali, direnungkan, dan diingat untuk selama-lamanya. Penjelasan yang kita dapati tentang kemurtadan Salomo dari Allah, pada akhir pemerintahannya (1Raj. 11:1), adalah bagian yang mengiris hati dari kisahnya. Kita dapat menduga bahwa ia menyampaikan Amsalnya pada masa jayanya, sewaktu ia masih menjaga kelurusan hatinya, tetapi menyampaikan Pengkhotbahnya ketika ia sudah tua (sebab tentang beban-beban dan kemerosotan-kemerosotan di usia tua, ia berbicara dengan penuh perasaan, ps. 12). Dan, oleh anugerah Allah, pada usia tuanya itu ia dipulihkan dari kemurtadannya. Dalam kitab Amsal ia menuturkan secara lisan pengamatan-pengamatannya, sementara dalam Kitab Pengkhotbah ia menuliskan pengalaman-pengalamannya itu sendiri. Ini adalah apa yang dibicarakan oleh yang sudah lanjut usianya, dan hikmat yang dipaparkan oleh yang sudah banyak jumlah tahunnya. Judul kitab ini dan penulisnya akan kita jumpai pada ayat pertama, dan oleh sebab itu di sini kita hanya akan mengamati,
- I. Bahwa kitab ini adalah sebuah khotbah, khotbah yang tertulis. Yang ditulis adalah (1:2), kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia, dan itu juga yang diajarkan. Hal itu dibuktikan secara umum melalui banyak alasan dan kejadian-kejadian tertentu, dan berbagai macam keberatan dijawab. Dalam bagian penutup kita mendapati pelajaran dan penerapan dari semuanya, melalui nasihat, untuk mengingat Pencipta kita, takut akan Dia, dan berpegang pada perintah-perintah-Nya. Memang ada banyak hal dalam kitab ini yang gelap dan sulit dipahami, dan ada beberapa hal yang oleh orang-orang yang bobrok pikirannya diputarbalikkan sehingga menjadi kebinasaan mereka sendiri, karena mereka tidak bisa membedakan antara alasan-alasan Salomo dan keberatan-keberatan dari orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan dan yang mementingkan kenikmatan jasmani. Tetapi ada cukup banyak hal yang mudah dan jelas untuk meyakinkan kita (jika kita mau diyakinkan) akan kesia-siaan dunia, dan ketidaksanggupannya sama sekali untuk membuat kita bahagia, dan akan kekejian dosa serta kecenderungannya yang pasti untuk membuat kita sengsara. Juga ada cukup banyak hal untuk menyakinkan kita akan hikmat untuk menjadi orang saleh, dan akan adanya penghiburan serta kepuasan yang utuh yang akan kita peroleh dalam menjalankan kewajiban kita baik terhadap Allah maupun manusia. Hal ini harus diniatkan dalam setiap khotbah, dan khotbah yang baik adalah khotbah yang melaluinya perkara-perkara ini sedikit banyak dijelaskan.
- II. Bahwa kitab ini adalah sebuah khotbah pertobatan, seperti halnya beberapa mazmur Daud adalah mazmur pertobatan. Ini adalah khotbah pengakuan kesalahan, yang di dalamnya sang pengkhotbah dengan sedih menyesali kebodohan dan kesalahannya sendiri, karena sudah menjanjikan dirinya dengan kepuasan dalam perkara-perkara dunia ini, dan bahkan dalam kenikmatan-kenikmatan inderawi yang terlarang, yang sekarang didapatinya lebih pahit daripada maut. Kejatuhannya adalah bukti dari kelemahan kodrat manusia: Janganlah orang bijaksana bermegah karena kebijaksanaannya, atau berkata, "Aku tidak akan pernah menjadi orang yang begitu bodoh hingga berbuat begini dan begitu," sebab Salomo sendiri, yang terbijak dari semua orang, bertindak bodoh dengan begitu mencolok. Dan juga janganlah orang kaya bermegah karena kekayaannya, karena kekayaan Salomo menjadi jerat yang begitu kuat baginya, dan membuatnya jauh lebih celaka daripada kemiskinan yang didatangkan terhadap Ayub. Pemulihannya adalah bukti dari kuasa anugerah Allah, dengan membawa kembali kepada-Nya orang yang sudah pergi begitu jauh dari-Nya. Pemulihan itu juga adalah bukti dari kekayaan rahmat Allah dalam menerima dia, kendati dengan banyaknya hal yang memperparah dosanya, sesuai dengan janji yang diucapkan kepada Daud, bahwa jika anak-anaknya melakukan kesalahan, mereka akan dihajar, tetapi tidak akan ditinggalkan dan dicabut hak warisnya (2Sam. 7:14-15). Oleh sebab itu, siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh. Dan biarlah orang yang sudah jatuh bergegas untuk bangkit kembali, dan tidak berputus asa dalam mencari bantuan dan diterima kembali.
- III. Bahwa kitab ini adalah khotbah yang mudah diterapkan dalam perbuatan dan bermanfaat. Salomo, setelah dibuat bertobat, menetapkan hati, seperti ayahnya, untuk mengajarkan jalan Allah kepada orang-orang yang melakukan pelanggaran (Mzm. 51:15), dan untuk memberikan peringatan kepada semua orang untuk berjaga-jaga supaya mereka tidak membentur kepala sendiri pada batu-batu yang begitu mematikan seperti yang dialaminya itu. Dan keputusan hatinya ini adalah buah-buah yang pantas untuk pertobatan. Kesalahan mendasar dari anak-anak manusia, dan yang mendasari semua tindakan mereka untuk meninggalkan Allah, adalah sama dengan kesalahan orangtua pertama kita, yaitu berharap menjadi sama seperti allah dengan menghibur diri sendiri dengan apa yang tampak baik dimakan, indah dipandang, dan memikat untuk membuat orang bijaksana. Nah, maksud dari kitab ini adalah untuk menunjukkan bahwa ini merupakan kesalahan besar, bahwa kebahagiaan kita bukanlah dengan menjadi allah bagi diri kita sendiri, dengan memiliki apa yang kita inginkan dan melakukan apa yang kita dambakan, melainkan dengan membuat Dia yang sudah menciptakan kita menjadi Allah bagi kita. Para filsuf yang mempelajari akhlak manusia banyak berdebat tentang kebahagiaan manusia, atau kebaikan yang utama. Berbagai macam pendapat mereka kemukakan tentangnya. Tetapi Salomo, dalam kitab ini, menentukan jawabannya, dan meyakinkan kita bahwa takut akan Allah dan berpegang pada perintah-perintah-Nya adalah apa yang menjadikan manusia itu seutuhnya. Ia sudah mencoba kepuasan apa yang bisa didapat dalam kekayaan dunia dan kenikmatan-kenikmatan inderawi, dan pada akhirnya menyatakan bahwa semuanya sia-sia dan usaha menjaring angin. Namun, banyak orang tidak mau mendengarkan perkataannya, tetapi justru ingin membuat percobaan berbahaya yang sama, dan terbukti akibatnya mematikan bagi mereka. Salomo,
- 1. Menunjukkan kesia-siaan dari perkara-perkara yang pada umumnya dicari orang untuk memperoleh kebahagiaan, seperti ilmu pengetahuan, kenikmatan inderawi, kehormatan dan kekuasaan, kekayaan dan harta benda yang banyak. Dan kemudian,
- 2. Ia menetapkan obat penawar terhadap usaha menjaring angin yang menyertai perkara-perkara itu. Meskipun kita tidak bisa meniadakan kesia-siaan dari perkara-perkara itu, namun kita dapat mencegah kesusahan yang bisa ditimpakannya kepada kita, dengan tidak melekatkan hati kita kepadanya, dan menikmatinya dengan nyaman, tetapi dengan tidak berharap secara berlebihan terhadap semuanya itu, dan menerima saja tanpa membantah kehendak Allah menyangkut diri kita dalam setiap peristiwa. Terutama, dengan mengingat Allah pada masa muda kita, dan senantiasa takut akan Dia dan melayani-Nya sepanjang hidup kita, dengan mata yang tertuju pada penghakiman yang akan datang.
Jerusalem: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) KITAB PENGKHOTBAH
PENGANTAR
Kitab kecil ini berjudul: "Perkataan Pengkhotbah, anak Daud, raja di Yerusalem", Peng 1:1. ADapun kata Ibrani &q...
KITAB PENGKHOTBAH
PENGANTAR
Kitab kecil ini berjudul: "Perkataan Pengkhotbah, anak Daud, raja di Yerusalem", Peng 1:1. ADapun kata Ibrani "Qohelet" (yang diterjemahkan sebagai: Pengkhotbah), bdk Peng 1:2 dan 12; 7:27; 12:8-10, bukanlah nama diri, tetapi sebuah kata benda yang kadang-kadang memakai kata sandang. Bentuk kata Ibrani memberi kesan seolah-olah mengenai wanita, tetapi ternyata tidak demikian halnya keterangan yang agaknya paling tepat, maka nama itu adalah nama jabatan. Ini menunjuk seseorang yang berbicara di muka jemaat (Ibraninya: Yunaninya: ekklesia). Karena itu sejak Luter, kata "qohelet" itu biasanya diterjemahkan dengan: Pengkhotbah. Pengkhotbah itu dikatakan "anak Daud, raja di Yerusalem", bdk Ams 1:12. Meskipun namanya tidak di sebut, namun "anak Daud" itu pasti disamakan dengan raja Salomo. Kitab Pengkhotbah sendiri jelas menyarankannya, Ams 1:16 (bdk 1Raj 3:12; 4:29-30; 10:7), Ams 2:7-9(bdk 1Raj 3:13, 10:23). Tetapi tidak dapat disangkal juga bahwa hanya sebagai suatu sarana kesusasteraan belaka bahwa Salomo dikemukakan sebagai pengarang kitab ini. Penulis yang sebenarnya menggunakan nama orang bijak yang termasyhur di Israel untuk menyajikan buah pikirannya sendiri. Gaya bahasa dan ajaran kitab (yang nanti akan dibicarakan) tidak mengizinkan Pengkhotbah ditanggalkan di masa sebelum pembuangan. Ada semenatara ahli menyangka bahwa Pengkhotbah tidak dikarang oleh seorang penulis saja, bahkan dikatakan bahwa Pengkhotbat adalah buah tangan dua, tiga, empat, malahan delapan orang penulis yang berbeda-beda. Tetapi dewasa in para ahli semakin mencegah diri dari memotong-motong kitab itu dengan cara demikian. Sebab ahli-ahli yang suka memotong-motong itu tidak menghiraukan jenis sastera dan pemikiran Pengkhotbah. Memang pendapat mereka tidak dapat ditertahankan mengingat kesatuan dalam gaya bahasa dan perbendaharaan kata kitab. Hanya jelas bahwa kitab Pengkhotbah diterbitkan oleh seorang murid yang menambah ayat-ayat penutup, Ams 12:9-14.
Sebagaimana halnya dengan kitab-kitab kebijaksanaan lainnya, misalnya kitab Ayub, kitab Bin Sirakh dan khususnya kitab Amsal, yang semuanya merupakan karya serba majemuk, demikianpun halnya dengan Pengkhotbah. Pemikiran hilir mudik, diulang dan dibetulkan. Tidak ada suatu urusan jelas. Hanya ada satu pikiran saja, yang disoroti dari pelbagai segi. Pikiran pokok itu ialah: Sia-sia belaka semua hal yang merepotkan manusia. Pikiran itu terungkap pada awal dan pada akhir kitab, Ams 1:2 dan 12:8. Segala-galanya memperdaya dan mengelabui: ilmu, kekayaan, asmara, bahkan hidup sendiri. Hidup itu hanya serentetan perbuatan sia-sia yang tidak bermakna, Ams 3:1-11; itu berakhir dengan masa tua, Ams 12:1-7, dan kematian yang mendatangi baik orang bijak maupun orang bodoh, yang kaya dan yang miskin, binatang dan manusia, Ams 3:17-20.
Masalah yang menggelisahkan si Pengkhotbah sama dengan yang menyibukkan Ayub, yakni: Apakah yang baik dan yang jahat mendapat balasannya di bumi? Dan sama seperti Ayub, demikianpun si Pengkhotbah menjawab: Tidak. Sebuah pengalaman ternyata tidak sesuai dengan apa yang lazim diajarkan, Ams 7:25-8:14.
Hanya ada perbedaan ini: Si Pengkhotbah adalah seorang yang sehat-walafiat. Maka ia tidak mempersoalkan, seperti Ayub, mengapa orang harus menderita. Si Pengkhotbah hanya mengkonstatir: Kebahagiaan sia-sia belaka, lalu ia menghibur diri dengan menikmati cukup kesenangan yang dapat diperoleh dari kehidupan ini, Ams 3:12-13; 8:15; 9:7-9. Tetapi lebih tepat dikatakan. Si Pengkhotbah berusaha menghibur dirinya, sebab hatinya tetap terus tidak merasa puas. Masalah yang menggelisahkan dia ialah: Apakah ada kehidupan di alam baka? Tetapi si Pengkhotbah tidak menduga pemecahannya, Ams 3:21; 9:10; 12:7. Namun demikian si Pengkhotbah adalah seorang percaya. ia memang dibingungkan oleh jalannya peristiwa dan hal-ihwal kehidupan manusia sebagaimana diatur dan dibimbing oleh Allah. Tetapi ia menegaskan bahwa Allah tidak perlu memberi pertanggungan jawab, Ams 3:11, 14;7:13. Maka manusia harus menerima saja, baik percoabaan maupun sukacita yang diberikan allah, Ams 7:16, dan ia harus dengan takwa menepati perintah-perintah Tuhan dan takut akan Allah, Ams 5:6; 8:12-13.
Jelaskan bahwa ajaran itu sama sekali tidak seimbang. Akan tetapi, dari membagi-bagikan unsur-unsurnya pada pelbagai pengarang, yang bertentangan satu sama lain dan saling mengoreksi, tidaklah lebih tepat mencari dasar ketidak- seimbangan itu dalam pemikiran yang tidak menentu, karena menghadapi masalah yang dahsyat dan tidak tahu pemecahannya? Baik si Pengkhotbah maupun Ayub tidak sanggup memecahkan masalah yang mereka kemukakan. Pemecahannya hanya dapat diberikan oleh keyakinan tentang pembalasan di alam baka (bdk Pengantar umum).
Kitab Pengkhotbah merupakan karya peralihan. Keyakinan kokoh-kuat dari tradisi sudah tergoncang sampai akar-akarnya, tetapi penggantinya belum ada. Ada yang berkata bahwa di masa peralihan itu pemikiran Ibrani terpengaruh dari luar dan khususnya Pengkhotbah terkena pengaruh asing itu. Kerap kali ada ahli yang mendekatkanPengkhitbah pada pemikiran filsafat Stoa, Epikurus atau pengikut- pengikut Antistenes (Sinisi), yang dapat dikenal si Pengkhotbah melalui kebudayaan Yunani di Mesir. tetapi pengaruh Yunani semacam itu tidak dapat diterima. Alam pikiran Pengkhotbah memang terlalu berbeda dengan alam pikiran filsafat Yunani. Ahli-ahli lain berpendapat bahwa ada kesamaan antara Pengkhotbat dengan beberapa karangan yang berasal dari Mesir, misalnya dengan "Dialog seseorang yang putus asa dengan dirinya" atau "Nyanyian-nyanyian Pemetik kecapi", dan khususnya dengan beberapa karangan yang berasal dari kalangan para bijaksana di Mesopotamia dan dengan "Sajak Pahlwan Gilgamesy". Tidak dapat disangkal bahwa ada kesamaan. Tetapi tidak mungkin menunjukkan pengaruh langsung dari karya-karya tersebut. Kesamaannya terletak dalam pokok pemikiran, yang memang sudah lama ada dan menjadi milik bersama seluruh orang bijaksana di dunia Timur. Si Pengkhotbah secara pribadi memikirkan dan merenungkan warisan dari masa yang lampau itu, sebagaimana juga dikatakan oleh penerbit karyanya, Ams 12:9.
Si Pengkhotbah ternyata seorang Yahudi dari Palestina. Ia barangkali bertempat tinggal di Yerusalem. Ia menulis dalam bahasa Ibrani sebagaimana yang dipakai dikemudian hari. Bahasa Ibraninya bercampur dengan unsur-unsur bahasa Aram dan ia menggunakan dua kata dari bahasa Persia. Semuanya itu menyatakan bahwa kitab Pengkhotbah ditulis agak lama sesudah masa pembuangan, tetapi sebelum abad ke-2 sem. Mas. Dalam abad ke-2 itu Pengkhotbah sudah dimanfaatkan oleh Bin Sirakh. Berdasarkan paleografi maka kepingan-kepingan kitab Pengkhotbah yang ditemukan dalam gua-gua di Qumran dapat ditanggalkan di sekitar tahun 150 seb. Mas. Maka sebaik-baiknya dikatakan bahwa Pengkhotbah dikarang selama abad ke-3 seb. Mas. Di mana itu Palestina berada di bawah pemerintahan wangsa Ptolomeus (Mesir) dan terpengaruh oleh aliran humanisme, tetapi belum mengenal semangat kepercayaan dan pengharapan yang menggalakkan bangsa Yahudi di zaman para Makabe.
Kitab Pengkhotbah hanya mencermikan satu tahap saja dari perkembangan agama Israel. Ia tidak boleh dinilai lepas dari apa yang mendahului atau yang menyusul tahap itu. Dengan menekankan bahwa pemikiran-pemikiran dari masa yang lampau tidak mencukupi dan memaksa orang menghadapi masalah-masalah hidup manusia, Pengkhotbah membuka jalan untuk wahyu yang baru dan lebih lengkap. Kitab itu mengajar orang, bahwa tidak boleh terikat pada harta-benda dunia ini. Dengan menyangkal bahwa orang kaya benar-benar bahagia Pengkhotbah menyiapkan dunia untuk mendengarkan "Berbahagialah orang miskin", Luk 6:20.
Ende: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) PENGCHOTBAH
PENDAHULUAAN
Kitab jang sesuai dengan pendapat Luther kami namakan "Pengchotbah" ini, didalam
Kitab Sutji Hibrani di-hubung2kan dengan "Qo...
PENGCHOTBAH
PENDAHULUAAN
Kitab jang sesuai dengan pendapat Luther kami namakan "Pengchotbah" ini, didalam Kitab Sutji Hibrani di-hubung2kan dengan "Qohelet". Kata ini ada gandingannja dengan kata Hibrani jang berarti: "himpunan, kumpulan". Pula karena bentuk- katanja jang sulit, maka makna kata "Qohelet"-pun tidak begitu djelas. Kami kira suatu keterangan jang boleh diterima, kalau kata ini mengenai seseorang, kang ada sangkut-pautnja dengan suatu himpunan atau rapat orang2 - boleh djadi sekelompok murid guru ilmu kebidjaksanaan. Himpunan itu diketuai dan dipimpinnja dan kepadanja membentangkan pengadjarannja. Dari itu kata "Pengchotbah" hanjalah suatu usaha untuk mendekati arti kata "Qohelet".
Pengchotbah tadi disebut "Putera Dawud, Radja di Jerusjalem" (1,1). Teranglah kiranja, bahwa jang dimaksudkan ialah Sulaiman, radja Israil jang bidjaksana dan kaja dimasa kegemilangan bangsa Jahudi, sebagaimana radja itu hidup dalam hikajat orang2 Jahudi. Ini sesuai dengan gambaran jang disadjikan dalam pasal kedua kitab ini. Namun demikian, kitab itu sendiri memberikan keterangan2 jang tjukup untuk menarik kesimpulan dengan pasti, bahwa bukan Sulaimanlah pengarangnja. Sungguhpun lama orang menganggap Sulaiman sebagai pengarangnja, namun bolehlah dipastikan, bahwa disini kita bertemu dengan chajalan kesusateraan sadja, sebagaimaan tidak djarang terdapat dalam Kitab Sutji dan lazim didjaman dahulu kala. Orang jang mengenal kelaziman ini, tidak akan teperdaja olehnja.
Selain keterangan jang sedikit sekali dalam kitab itu sendiri, tidak ada petundjuk2 lainnja guna menentukan lebih landjut, siapa pengarangnja. Sudah tentulah seorang guru kebidjaksanaan. Bahasa kitab, jang menundjukkan adanja pengaruh bahasa2 asing serta perkembangan kemudian bahasa Hibrani sendiri, dan keternagn2 lainnja lagi menundjukkan, bahwa ia hidup didjaman, ketika Juda sudah bukan keradjaan jang berdaulat lagi, tetapi didjadjah orang2 asing; terangnja didjaman Helenistis, ketika kebudajaan dan agama Jahudi sudah terantjam oleh peradaban Junani. Dari kitab ini adalah salah satu dari antara kitab2 terachir Perdjandjian lama dan pengarangnja kiranja hidup semasa Putera Sirah. Si penchotbah kiranja hidup di Palestina sendiri atau tidak begitu djauh daripadanja - boleh djadi Fenesia, negeri dagang jang tersohor didjaman itu.
Guru ilmu kebidjaksanaan ini sangat boleh djadi tidak menjusun dan menerbitkan sendiri kitab ini. Kitab ini agaknja lebih berwudjud suatu kumpulan amsal2nja, jang dibukukan murid2nja selagi sang guru masih hidup atau tidak lama sesudah meninggal (12,9-10). Anehlah, kalau ia mengadjarkan tidak lebih banjak dari apa jang termuat dalam kitab jang agak ketjil ini. Murid2 hanja mengumpulkan dan mentjatat apa jang menurut pendapat mereka sangat penting dan jang sangat djelas menundjukkan pandangan hidup umum sang guru.
Tjara terdjadinja kitab itu dapat menerangkan pula susunan kitab, jang memberikan kesan ruwet. Djalan pikirannja tidak selalu sama djelasnja dan gandingan antara bagian jang satu dengan bagian jang lainpun kadang2 nampaknja tiada. Umpamanja sadja kumpulan pepatah2 bebas dalam pasal2 9,17-12,8 memutuskan djalan pikiran umum. Tetapi tak perlulah kiranja lalu menduga akan adanja beberapa pengarang atau beberapa murid, jang melengkapi kitab dang guru. Selain tjara lazim orang2 Jahudi berpikir dan mengarang, maka tjara terdjadinjapun dapat kita djadikan pegangan. Sudah pastilah kitab ini muat pepatah2, jang dihidangkan si pengchotbah bukannja pada waktu serta kesempatan jang sama. Lebih tepatlah dikatakan, bahwa pepatah2 itu disampaikan disepandjang hidup sang guru.
Oleh karena itu adjaran kitab ini didalam bagian2nja ditangkap dan saringlah orang harus me-ngira2kan sadja maksud amsal2 tersendiri. Namun demikian, pandangan hidup umum jang dinjatakan dalam seluruh kitab ini adalah djelas. Dengan itu diteguhkan pula, bahwa tokoh jang satu dan sama djualah, jang selalu tampil kemuka dan angkat bitjara. Persoalan, jang memusing2kan si Pengchotbat, ada banja persamaannja dengan persoalan kitab Ijob. Kalau Ijob diasjikan karena soal sengsara, jang ia tidak tahu menemukan pemetjahannja jang memuaskan, maka si Pengshotbah disesakkan oleh ke-sia2-an dunia dan terutama oleh persoalan mati, jang nampaknja mengachiri se-gala2-nja. Ia mentjari makna segala sesuatu, jang achirnja tetap lolos djuga dari tangkapannja. Karena mati se-gala2nja dan teristimewanja hidup manusia serta segala djeri-pajah manusia mendjadi sia2 sama sekali dan kehilangan segala artinja. Entah hidup baik entah djahat, entah bidjaksana entah bodoh kesudahannja selalu sama djuga, jakni mati. Walaupun didalam Perdjandjian Lama teranglah terdapat djua pikiran2 lainnja, namun si Pngchotbah belum lagi mempunjai pemandangan akan sesuatu kekekalan, jang dapat mendjawab banjak dan dimana hidup manusia dapat menemukan gandjaran atau hukumannja. Baginja nampaknja se-gala2nja berachir pada saat mati. Orang saleh dan pendosa. Orang kaja dan miskin, radja dan budak, mereka menemui achir jang sama dan oleh karenanja tidak banjak bedanja dengan hewan. Dari itu si Pengchotbah sampailah kekejakinan, bahwa pandangan hidup jang terbaik bagi manusia ialah tidak terlalu memusingkan dirinja dengan persoalan itu, melainkan menikmati nilai2 nisbi kehidupan sedapat mungkin. Tetapi selaku orang berTuhan, ia toh mau menundukkan segala sesuatunja kepada Allah serta perintah2-Nja (12,13). Kesemuanja inisungguhpun bukan pemetjahan jang sempurna lagi memuaskan, tetapi si pengchotbah jang hidup didalam Perndjandjian Lama itu belum mengenal djawaban jang lebih baik atas persoalan itu. Dipandang dari sudutnja dan mengingat pengetahuan jang ada padanja, maka kesimpulannja jang pesimistis tapi berkegamaan itu dapat diterima. Itu hanja pemetjahan atau djawaban sementara, jang tidak menutup pintu bagi sesuatau jang lebih baik dan jang harus menunggu pembentangan penuh Wahju Ilahi.
Dalam pengadjarannja agaknja si Pengchotbah membantah guru2 ilmu kebidjaksanaan lainnja di Israil (7,25-8,14), seperti umpamanja Kitab Amsal. Orang2 itu mengira sudah memetjahkan persoalan tadi seluruhnja: umur pandjang dan berbahagia adalah gandjaran Allah atas kebajukan, sedangkan hidup tjelaka si pendosa mesti segera berachir. Perempuan2 djalang dan ketidaksetiaan akan hukum Allah mendjadi sebab- musebabnja segala kesengsaraan. Tetapi pemetjahan jang terlalu gampang ini tidak dibenarkan si Pengchotbah. bukan hanja karena kenjataannja tidak selalu berlangsung sebagaimana dikirakan oleh guru2 ilmu kebidjaksanaan itu, tetapi terutama djuga karena mati itu bagaimanapun djua kelihatannja menjudahi semuanja setjara sama. Nah, kalau begitu, apa gerangan artinja umur pandjang jang berbahagia atau keadaan tjelaka itu? Orang saleh dan si pendosa sungguh sama adanja dan tiada lagi soal gandjaran atau hukuman. Meskipun si Penchotbah sendiri tidak mengenal pemetjahan jang sebenarnja, namun ia merasa, bahwa pendapat jang lazim itu bukanlah keterangan jang djitu. Dengan kritiknja ia membuka jalan dan memberikan dorongan, untuk mentjari djawaban jang lain dan bilamana itu sudah diberikan, untuk menerimanja. Seorang jang berguru kepada orang bidjak ini akan terbukalah hatinja bagi Wahju seterusnja.
Demikianlah kitab Pengchotbah beserta dengan kitab Ijob menduduki tempat jang penting dalam perkembangan Wahju Ilahi. Djanganlah Ia dipentjilkan, tetapi arti serta peranannja hendaknja dibuat didalam keseluruhan Perdjandjian Lama dan Perdjandjian Baru. Kitab ini merupakan penguntji suatu masa tertentu dalam perkembangan itu, dan karena persoalan jang diutarakannja merupakan djuga permulaan suatu fase baru, jang lebih mendalam dan lebih luas. Sebagai salah satu dari tokoh2 terachir dari Perdjandjian Lama ia dalam hal ini merupakan persiapan terdekat bagi perdjandjian Baru.
Pada achir kitab ini terdapatlah ichtisar kitab ini.
BIS: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) PENGKHOTBAH
PENGANTAR
Buku Pengkhotbah berisi buah pikiran dari `Sang Pemikir'. Ia merenungkan
dalam-dalam betapa singkatnya hidup manusia ini, yang
PENGKHOTBAH
PENGANTAR
Buku Pengkhotbah berisi buah pikiran dari `Sang Pemikir'. Ia merenungkan dalam-dalam betapa singkatnya hidup manusia ini, yang penuh pertentangan, ketidakadilan dan hal-hal yang sulit dimengerti. Maka disimpulkannya bahwa "hidup itu sia-sia". Ia tak dapat memahami tindakan Allah dalam menentukan nasib manusia. Tetapi meskipun demikian, dinasihatinya orang-orang untuk bekerja dengan giat, dan untuk sebanyak mungkin dan selama mungkin menikmati pemberian-pemberian Allah.
Kebanyakan dari buah pikiran Sang Pemikir itu bernada sumbang, bahkan putus asa. Tetapi kenyataan bahwa buku ini termasuk dalam Alkitab, menunjukkan bahwa iman yang mendasarkan Alkitab cukup luas untuk mempertimbangkan juga keragu-raguan dan keputusasaan semacam itu. Banyak orang yang telah membaca buku ini merasa terhibur, karena mereka seolah-olah melihat sifat-sifat mereka berdiri di dalam buku Pengkhotbah ini. Mereka pun sadar bahwa Alkitab yang mencerminkan pemikiran-pemikiran yang sumbang itu, juga memberi harapan tentang Allah, harapan yang memberi arti kehidupan yang sebenarnya.
Ajaran: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab)
Tujuan
Supaya dengan mengetahui isi Kitab Pengkhotbah, anggota jemaat mengerti bahwa
hidupnya merupakan pemberian Allah, yang harus dinikmati dengan
Tujuan
Supaya dengan mengetahui isi Kitab Pengkhotbah, anggota jemaat mengerti bahwa hidupnya merupakan pemberian Allah, yang harus dinikmati dengan rasa penuh tanggung jawab karena akhirnya masing-masing akan diadili oleh Allah.
Pendahuluan
Penulis : Raja Salomo.
Isi Kitab: Kitab Pengkhotbah terbagi atas 12 pasal, dan isi Kitab ini mengajarkan bahwa segala sesuatu dari hidup manusia menjadi sia-sia apabila terpisah dari hubungan dengan Allah.
I. Ajaran-ajaran utama dalam Kitab Pengkhotbah
Pasal 1-2 (Pengkh 1:1-2:26).
Ajaran tentang kehidupan yang terbaik
Bagian ini menjelaskan tentang kesia-siaan hidup dan segala yang terbaik bagi manusia hanya diperoleh apabila berada di dalam Tuhan.
Pasal 3-6 (Pengkh 3:1-6:12).
Ajaran tentang peranan Tuhan dalam hidup manusia
Pasal 3 (Pengkh 3:1-22) menjelaskan bahwa segala sesuatu dalam hidup manusia itu ada waktunya menurut pemberian Tuhan yang tak dapat ditambahkan atau dikurangi oleh manusia. Pasal 3-6; Pengkh 3:16-6:12 mengajar bahwa ketidakadilan yang terjadi di atas dunia akan diadili. Segala usaha manusia berdasarkan kekuatan sendiri adalah sia- sia dan segala kekayaan tidak berguna. Semuanya sia-sia kalau Tuhan tidak memberikan kuasa untuk menikmatinya (pasal Pengkh 6:2).
Pendalaman
- Bacalah pasal Pengkh 3:1,4-15. Apakah maksud Tuhan dalam segala sesuatu?
- Apakah ajaran tentang takut akan Tuhan? (pasal Pengkh 5:1-5:7). Bagaimana ajaran ini diterapkan dalam hidup saudara?
Pasal 7-12 (Pengkh 7:1-12:14).
Ajaran tentang dasar perbuatan baik
Pasal 7 (Pengkh 7:1-29) menjelaskan tentang hikmat yang memang berguna tetapi sukar didapat. Pasal 8 (Pengkh 8:1-17) memberi nasihat supaya manusia mematuhi perintah raja. Pimpinan Allah tidak dapat dimengerti karena orang saleh sering menderita sedangkan orang fasik bahagia dan keduanya akan mati. Kesimpulan dalam pasal 11 (Pengkh 11:1-10) walaupun nasib manusia tidak dapat diubah, namun dituntut untuk bekerja dengan rajin. Karena hidup manusia adalah sia-sia, maka ia harus hidup dengan iman kepada Allah.
Pendalaman
- Bacalah pasal Pengkh 8:12-13. Apakah dasar dari kebahagiaan seseorang?
- Apakah nasihat bagi muda-mudi? (pasal Pengkh 11:9-10; 12:1).
- Apakah kesimpulan dari seluruh Kitab ini? (pasal Pengkh 12:13-14).
II. Kesimpulan/penerapan
- Kitab Pengkhotbah mengajarkan bahwa hidup yang tanpa ima kepada Allah, merupakan kehidupan yang sia-sia.
- Kitab Pengkhotbah mengajarkan bahwa, memiliki pengetahua tanpa disertai iman kepada Allah adalah kesia-siaan.
- Kitab Pengkhotbah mengajarkan bahwa kebahagiaan di dala hidup hanya bisa sempurna kalau disertai dengan ima kepada Allah, Tuhan Yesus.
- Kebahagiaan dan kesusahan yang dialami manusia, mempunya waktu dan perubahannya sendiri.
- Kitab Pengkhotbah mengajarkan bahwa di dunia ini keadila yang sejati tidak ada, tetapi oleh sebab itu ketidakadila tersebut akan diadili.
Pertanyaan-pertanyaan yang Dapat Digunakan untuk Tanya Jawab
- Siapakah penulis Kitab Pengkhotbah?
- Apakah isi Kitab Pengkhotbah?
- Pelajaran rohani apakah yang saudara terima dar mempelajari Kitab Pengkhotbah?
- Apakah kesimpulan Kitab Pengkhotbah?
Intisari: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) Apa sebenarnya hidup ini?
APA ISI PENGKHOTBAH?Seseorang yang membaca Pengkhotbah untuk pertama kalinya akan kaget dengan adanya perpaduan yang aneh a
Apa sebenarnya hidup ini?
APA ISI PENGKHOTBAH?
Seseorang yang membaca Pengkhotbah untuk pertama kalinya akan kaget dengan adanya perpaduan yang aneh antara iman dan fatalisme yang terdapat dalam kitab itu. Kadang-kadang penulis seakan-akan pasrah pada semua kegagalan dan kesia-siaan hidup; pada kesempatan lain ia seakan-akan menasihatkan kita untuk menikmati hidup selagi masih bisa dilakukan; dan sementara itu terdapat banyak petunjuk bahwa Allah mengetahui apa yang sedang terjadi dan bahwa kita harus bergantung pada-Nya serta melayani Dia, dan bahwa pada suatu ketika kita harus bertanggung jawab kepada-Nya. Beberapa orang berpendapat bahwa perbedaan pandangan ini merupakan hasil pemikiran dari beberapa penulis, yang masing-masing mencoba untuk saling memperbaiki, dan bukan hanya hasil seorang penulis. Mereka melihat bahwa kitab ini bertentangan dengan isinya sendiri dan dengan banyak ajaran alkitabiah lainnya. Tetapi, kita tidak perlu mengambil kesimpulan seperti itu jika kita mengerti bahwa Pengkhotbah merupakan semacam traktat Perjanjian Lama yang diperuntukkan bagi orang-orang dunia. Para penulis seakan-akan berkata: "Kalau begitu marilah kita melihat bagaimana rasanya hidup tanpa Allah. Apa yang akan Anda peroleh jika hanya hidup untuk hal-hal duniawi? Hidup menjadi sia-sia dan tanpa arti, menjengkelkan dan penuh dengan penderitaan. Tetapi, Allah bisa mengubah semua itu!
SIAPA PENULIS PENGKHOTBAH DAN KAPAN DITULIS?
Penulis mengatakan bahwa ia adalah anak Daud (Pengk 1:1) dan raja Yerusalem. Sementara orang berpendapat bahwa ia tentu Salomo, walaupun namanya tidak ditulis dalam kitab itu. Jelas bahwa cara hidup dan perhatiannya terhadap kebijaksanaan tercermin di sini, dan hal ini merupakan kesimpulan yang kita harapkan dari padanya setelah ia menjalani kehidupan panjang yang seringkali bersifat duniawi. Kesulitan dengan pandangan ini ialah bahwa ia berbicara mengenai para penerusnya di Yerusalem (Pengk 2:9), dan yang jelas hanya ada seorang penerus. Hal lain ialah bahwa bahasa yang dipakai untuk menulis kitab ini digunakan jauh sesudah zaman Salomo. Oleh karenanya jika Pengkhotbah merupakan hasil karyanya, maka kemungkinan bahasanya diperbarui. Atau mungkin juga, seperti diperkirakan oleh sementara orang, kitab ini merupakan suatu studi berdasarkan nasihat-nasihat Salomo. Oleh karena hal-hal di atas, maka penentuan tahun penulisan secara tepat menjadi sangat sukar. Jika betul kitab itu tulisan Salomo pada masa-masa akhir hidupnya, maka kemungkinannya ialah bahwa kitab itu ditulis paling awal sekitar tahun 940 SM. Apabila kitab itu hasil karya orang lain, maka kemungkinannya ditulis paling lambat sekitar tahun 200 SM.
SI PENGKHOTBAH
Penulis biasa memanggil dirinya Kohelet, kata yang boleh jadi berarti pengkhotbah, guru, juru debat atau bahkan berarti pemimpin suatu parlemen (Pengk 1:1). Pada waktu membicarakan masalah hidup dan mati, yang ada dalam pikirannya adalah kepentingan orang lain (Pengk 12:9-12). Oleh sebab itu, kita juga dapat mengambil pelajaran dari pengalaman dan nasihatnya pada saat kita membaca kitab ini.
Pesan
1. Hidup tanpa Allah adalah kehidupan yang tak berarti
Jika kita berhenti untuk memperhatikan kehidupan, kelihatannya hidup ini tidak mempunyai tujuan. Segala sesuatu terjadi dan terus terjadi, seakan-akan tanpa tujuan sama sekali. Pengk 1:1-11; 3:15; 6:10,11; 11:8; 12:8. Tak ada satu pun yang kita lakukan dapat memberikan jawaban yang memuaskan. Semua pemikiran kita sia-sia. Semua kenikmatan tidak membuat kita puas. Semua kekayaan dan sukses sia-sia belaka. Pengk 1:8,12-18; 2:1-11; 4:7,8; 5:10. Lebih dari itu, seakan-akan kehidupan itu tidak adil. Orang-orang baik menderita; orang jahat hidup makmur. Sepertinya tidak ada imbalan atau hukuman atas apa saja yang kita lakukan dan bagaimana pun cara hidup kita. Pengk 4:1-8; 5:13-17; 6:2; 7:15; 8:9,10,14; 9:11,12; 10:5-7. Semua ini membuat manusia menjadi sinis, membenci hidup ini dan malahan menginginkan sebaiknya ia tidak pernah dilahirkan. Pengk 2:17-23; 5:16,17; 6:3,6.
Ini menunjukkan bahwa kita memerlukan Allah dalam hidup kita. Kendati gambaran kehidupan begitu membosankan dan menyedihkan, tetapi di balik itu semua Allah selalu berlaku adil.
o Dia berdaulat. Sangat berlawanan dengan kita, Dia melakukan apa yang diinginkan-Nya dan Dia tahu ke mana tujuan-Nya. Oleh karena itu, kita patut menghormati dan memuja Dia. Pengk 3:14; 7:13,14; 9:1.
o Dia adalah seorang hakim yang mengawasi semua masalah manusia dan pada suatu hari akan memanggil mereka untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka. Oleh karena kita harus mempertanggungjawabkan segalanya di hadapan-Nya, maka kita harus mengingat hal ini dalam kehidupan kita sehari-hari. Pengk 3:15-17; 8:12,13; 12:14.
o Dia adalah pencipta kita yang memberikan kepada kita apa yang kita butuhkan. Kita harus melayani Dia secepat kita dapat dan selagi kita mampu melakukannya. Pengk 11:5; 12:1.
3. Menerima apa yang Allah berikan
Kita harus belajar untuk menerima dan menikmati anugerah Allah yang baik dan terus menjalani hidup ini, walaupun kita kita tidak dapat mengerti maksud-maksud Allah. Ini berarti bahwa kita boleh puas dengan keberadaan kita dan berbahagia dengan cara hidup yang sederhana. Apakah kita kaya atau miskin tidaklah menjadi masalah. Pengk 2:24-26; 3:1-8,12,13,22; 4:6; 5:12; 9:7-10; 11:7-10. Salah satu dari berkat-berkat Allah yang istimewa adalah persekutuan. Bilamana kita dapat berbagi kesukaran hidup dengan orang lain, maka penderitaan itu akan lebih mudah ditanggung. Pengk 4:9-12. Walaupun kita tidak dapat mengerti keseluruhan arti kehidupan kita, cara hidup dengan melulu menggantungkan diri kepada Allah merupakan suatu hikmat yang benar. Pengk 2:12-14; 4:13; 7:11,12,19; 8:1; 9:13-18.
Penerapan
1. Tidak ketinggalan zaman
Sungguh menakjubkan bahwa Kitab Pengkhotbah berisi hal-hal yang dapat diterapkan dalam zaman modern ini. Dewasa ini banyak orang mencoba untuk hidup tanpa Allah, dan merasa bahwa seluruh keberadaan mereka tidak mempunya tujuan. Seperti pada masa Pengkhotbah, mereka mencoba segala macam cara untuk memberi arti kepada kehidupan, tetapi seringkali usaha pencarian mereka berakhir dengan pertanyaan, "Siapakah diriku ini?" "Apa yang saya kerjakan di dunia ini?" "Setelah ini ke mana saya akan pergi?"
2. Terlalu banyak penderitaan
Masalah yang menyangkut hal-hal yang jahat di dunia ini terutama mengenai penderitaan orang tidak berdosa selalu sama. Kehidupan seakan-akan tidak adil, dan hal ini tidak dapat kita mengerti dengan akal dan pikiran kita sendiri.
3. Kita memerlukan Allah
Oleh karena itu, hanya Allahlah yang dapat memuaskan rasa lapar rohani yang telah ditaruh-Nya di dalam hati kita. Ini tidak berarti kita akan mengerti segalanya, tetapi kita percaya kepada-Nya dan kita dapat menikmati segala anugerah-Nya yang baik sementara kita hidup.
4. Penghakiman segera datang
Kita juga perlu ingat bahwa kita hanya hidup sekali saja dan pada suatu ketika Dia akan memanggil kita untuk dihakimi. Oleh karena itu, kita patut mengambil tiap kesempatan yang Allah berikan dalam hidup kita sekarang ini untuk melayani dan hidup bagi-Nya. Hanya dengan cara ini kita dapat memperoleh pengertian yang dalam mengenai arti hidup ini.
Tema-tema Kunci
1. Manusia
Sungguh aneh, bahwa dengan melalui pertanyaan-pertanyaan yang kita ajukan, kita mendapatkan pengertian yang dalam mengenai bagaimana Allah menciptakan kita. Kenyataan bahwa kita memikirkan semua ini, dan bahwa kita perlu mempunyai tujuan hidup, merupakan suatu bukti kebesaran manusia sebagai ciptaan Allah (Pengk 3:10,11). Hal ini juga menunjukkan kepada kita ketidaktahuan manusia yang menyedihkan tentang hal-hal rohani (Pengk 7:23,24; 8:16,17; 11:5,6). Yang lebih buruk lagi ialah bahwa semua ini menunjukkan betapa kita tidak hidup sesuai dengan apa yang dikehendaki Allah (Pengk 7:20,27-29).
2. Kematian
Kitab Pengkhotbah selalu mengingatkan kita pada fakta yang sering kita lupakan, yaitu bahwa kita semua pada suatu ketika akan mati. Hal ini harus membuat kita lebih peka mengenai bagaimana kita menggunakan segala kesempatan yang ada pada saat ini. Lihat Pengk 2:14-16; 3:18-21; 5:15,16; 6:12; 8:7,8; 9:2-6; 12:1-7.
3. Takut kepada Allah
Seperti sering ditulis dalam Perjanjian Lama, sikap yang benar terhadap Allah digambarkan sebagai takut kepada-Nya, yaitu bahwa kita mengakui Dia sebagai Allah dan hidup sesuai dengan sikap ini. Ini berarti bahwa kita harus menyembah Dia dan berusaha menyenangkan Allah dalam segala hal yang kita lakukan. Sikap ini juga menyangkut pengertian bahwa Dia melihat segala yang kita lakukan dan bahwa pada suatu ketika kita harus mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita di hadapan-Nya. Lihat Pengk 5:1-7; 7:18,26; 8:2,12, 13; 12:1,13.
4. Hikmat
Pengkhotbah adalah salah satu kitab yang membicarakan mengenai hikmat. Hikmat ini sebenarnya milik Allah sendiri, tetapi Dia memberikannya kepada manusia, laki-laki dan perempuan (Pengk 2:26). Agar kita tidak menganggap hal ini sebagai suatu hal yang sukar dimengerti, kita diberi contoh-contoh mengenai apa yang dimaksudkan dengan hikmat praktis itu (Pengk 8:2-6; 10:1-11:6). Sebenarnya, peringatan si Pengkhotbah yang terakhir ialah bahwa kehidupan itu bukan untuk diketahui, tetapi untuk dijalani (Pengk 12:12-14).
Garis Besar Intisari: Pengkhotbah (Pendahuluan Kitab) [1] HIDUP ITU PERCUMA Pengk 1:1-2:26
Pengk 1:1-11Segala sesuatu sia-sia
Pengk 1:12-18Ilmu pengetahuan tidak dapat menolong
Pengk 2:1-11Kenikmatan
[1] HIDUP ITU PERCUMA Pengk 1:1-2:26
Pengk 1:1-11 | Segala sesuatu sia-sia |
Pengk 1:12-18 | Ilmu pengetahuan tidak dapat menolong |
Pengk 2:1-11 | Kenikmatan tidak membawa hasil |
Pengk 2:12-16 | Setiap orang harus mati |
Pengk 2:17-23 | Keberhasilan tidak berarti apa-apa |
Pengk 2:24-26 | Hanya Allah yang dapat memberi kepuasan |
[2] BAGAIMANA ALLAH MENGATUR SEMUANYA Pengk 3:1-22
Pengk 3:1-8 | Segala sesuatu ada waktunya |
Pengk 3:9-15 | Manusia pada tempatnya |
Pengk 3:16-22 | Allah yang menentukan |
[3] KEMISKINAN, KEKAYAAN DAN ALLAH Pengk 4:1-6:6
Pengk 4:1-8 | Manusia ditakdirkan untuk bersusah payah |
Pengk 4:9-12 | Ada penghiburan dalam persekutuan |
Pengk 4:13-16 | Kesia-siaan kuasa |
Pengk 5:1-7 | Pandanglah Allah selalu |
Pengk 5:8-6:6 | Bagaimana menangani harta kekayaan |
[4] AMBILLAH MANFAAT YANG TERBAIK Pengk 6:7-7:29
Pengk 6:7-12 | Apa gunanya? |
Pengk 7:1-22 | Nasihat berhikmat |
Pengk 7:23-29 | Hikmat dan penyelewengan manusia |
[5] BERTANGGUNG JAWAB TERHADAP MANUSIA DAN TUHAN Pengk 8:1-7
Pengk 8:1-8 | Patuh kepada perintah raja |
Pengk 8:9-15 | Hidup berhikmatlah yang terbaik |
Pengk 8:16, 17 | Tetapi banyak sekali yang tidak dipahami |
[6] HIDUP DAN BAGAIMANA MENJALANI KEHIDUPAN Pengk 9:1-12:14
Pengk 9:1-18 | Kehidupan itu singkat |
Pengk 9:11-18 | Kehidupan seakan-akan tidak adil |
Pengk 10:1-11:8 | Nasihat hikmat selanjutnya |
Pengk 11:9-12:8 | Layanilah Allah selagi engkau mampu melakukannya |
Pengk 12:9-14 | Kesimpulan |
Bank BCA Cabang Pasar Legi Solo - No. Rekening: 0790266579 - a.n. Yulia Oeniyati
Kontak | Partisipasi | Donasi