Latar belakang dari pasal
25 Kitab Keluaran adalah bahwa ini adalah bagian dari kitab yang menceritakan tentang perjalanan bangsa Israel keluar dari perbudakan di Mesir dan perjanjian Allah dengan mereka di Gunung Sinai. Pasal
25 berfokus pada instruksi yang diberikan oleh Allah kepada Musa mengenai pembangunan Kemah Pertemuan atau Tabernakel.
Secara historis, peristiwa ini terjadi sekitar abad ke-13 SM, ketika bangsa Israel sedang berada di padang gurun Sinai setelah keluar dari Mesir. Budaya pada saat itu sangat dipengaruhi oleh kepercayaan dan praktik agama Mesir, yang juga mempengaruhi cara mereka menyembah Allah.
Dalam konteks literatur, pasal
25 ini termasuk dalam bagian hukum dan instruksi yang diberikan oleh Allah kepada bangsa Israel. Ini adalah bagian dari Taurat, yang merupakan bagian pertama dari Alkitab Ibrani dan juga menjadi bagian dari Perjanjian Lama dalam Alkitab Kristen.
Sebelum pasal
25, dalam pasal
24, Musa menerima hukum-hukum dan perintah-perintah Allah di Gunung Sinai. Bangsa Israel telah setuju untuk taat kepada perjanjian yang Allah buat dengan mereka. Setelah itu, Musa naik ke gunung untuk menerima instruksi lebih lanjut dari Allah, yang termasuk instruksi mengenai pembangunan Kemah Pertemuan.
Dalam pasal
25, Allah memberikan instruksi rinci kepada Musa mengenai bahan, desain, dan pembangunan Kemah Pertemuan. Allah juga memberikan petunjuk mengenai perabotan dan perlengkapan yang harus ada di dalamnya, termasuk Tabut Perjanjian yang berisi loh batu dengan Sepuluh Perintah Allah.
Secara teologis, pasal
25 menunjukkan pentingnya penyembahan yang benar dan kudus kepada Allah. Allah ingin memiliki tempat khusus di tengah-tengah umat-Nya di mana Dia dapat bertemu dengan mereka dan mereka dapat menyembah-Nya dengan cara yang ditentukan-Nya. Ini juga menunjukkan kasih dan kemurahan hati Allah yang memberikan petunjuk rinci kepada umat-Nya agar mereka dapat membangun tempat penyembahan yang sesuai dengan kehendak-Nya.
Demikianlah latar belakang singkat dari pasal
25 Kitab Keluaran, yang mencakup konteks historis, budaya, literatur, dan teologisnya, serta apa yang terjadi dalam ayat-ayat sebelumnya.