Apakah upacara pernikahan resmi mempunyai nilai yang nyata?

Dalam Kejadian 2:22 Allah melaksanakan upacara pernikahan pertama kali dengan memberikan Hawa kepada Adam. Tidak diceritakan kepada kita dengan upacara apa hal ini dilakukan, tetapi bahwa ada semacam pendahuluan untuk penyatuan dua insan tidak diragukan, seperti ditunjukkan oleh perintah dalam ayat 24 dan ucapan penting mengenai prinsip-prinsip perkawinan. Pada zaman permulaan salah satu hal penting dalam perkawinan tampaknya adalah kehadiran mempelai perempuan dari rumah ayahnya sendiri ke dalam rumah suaminya atau rumah mertuanya. Mendahului hal itu adalah pertunangan yang kurang lebih disertai upacara. Dalam Yehezkiel 16:8-14; Maleakhi 2:14; Amsal 2:17; Kejadian 24:57-60; Rut. 4:9-13 kita menemukan contoh-contoh tentang kebiasaan yang lazim untuk peristiwa tersebut. Pada zaman Yesus upacara-upacara tampaknya ditaati, seperti ditunjukkan melalui berbagai rujukan tentang perjamuan perkawinan. Misalnya, seperti ditemukan dalam Matius 22:3, 11; Lukas 12:36; 14:8; dan oleh kehadiran Yesus dalam perjamuan kawin di Kana. Hak-hak istri serta anak-anak dan tuntutan-tuntutan dari pemerintah yang baik mengharuskan formalitas seperti itu dalam upacara perkawinan, sebagaimana akan memberikan kepada pasangan yang menikah keagungan dan kekhidmatan yang penting bagi keputusan yang tidak dapat diganggu-gugat itu. Dipakainya perkawinan sebagai lambang kesatuan Kristus dengan jemaat (Rm. 7:4; Gal. 3:27; Yes. 54:46; 61:10; 62:3-5; Why. 21:1; 19:7-9) membuktikan bahwa perkawinan bukan sekadar kontrak (perjanjian) antara dua pihak dan bahwa dalam pemandangan Allah itu adalah pranata yang paling kudus. Dengan rasa hormat kepada keturunan dan kebaikan secara umum maka hubungan yang suci seperti itu harus diresmikan dengan upacara pencatatan (pendaftaran) oleh pejabat publik.




Artikel yang terkait dengan Maleakhi:


TIP #22: Untuk membuka tautan pada Boks Temuan di jendela baru, gunakan klik kanan. [SEMUA]
dibuat dalam 0.03 detik
dipersembahkan oleh YLSA